KAIRO, vozpublica.id - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dituding enggan menyetujui gencatan senjata di Jalur Gaza lantaran merasa aman dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat (AS). Bagi Palestina, sokongan Washington membuat Netanyahu semakin percaya diri melanjutkan perang yang sudah menelan ribuan korban sipil.
Penasihat Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Mahmoud Al Habbash, menyatakan Netanyahu memandang perang bukan sekadar persoalan militer, melainkan juga jalan untuk menyelamatkan karier politiknya dan menghindari jerat hukum.
“Setiap jeda atau penghentian perang hanya akan semakin mendekatkan Netanyahu pada kejatuhan politik, sekaligus membuka pintu bagi akuntabilitas hukum atas kasus korupsinya,” kata Al Habbash kepada kantor berita Rusia, RIA Novosti.
Perang Jadi Tameng Politik
Netanyahu diketahui masih menjalani sidang kasus korupsi yang sudah bergulir sejak 2019. Menurut Al Habbash, perang di Gaza dimanfaatkan Netanyahu sebagai “penyelamat” agar publik dan elite Israel tetap terfokus pada isu keamanan, bukan skandal hukum yang menjerat dirinya.
“Ini bukan hanya soal perang, tapi juga soal korupsi. Netanyahu melihat perang sebagai tamengnya, itulah sebabnya ia mendorong eskalasi lebih lanjut,” ujarnya, menegaskan.