Konferensi Meja Bundar (KMB) bisa dibilang sebagai puncak ujung perjuangan pengakuan kemerdekaan Indonesia. Konferensi ini menjadi bukti suksesnya diplomasi Indonesia untuk melawan Belanda.
Dalam perundingan KMB di Den Haag, Indonesia membentuk delegasi pada 11 Agustus 1949. Delegasi yang diketuai Moh Hatta juga melibatkan beberapa tokoh, yakni Mohammad Roem, Mr Supomo, Dr J Leimena, Mr Ali Sastroamidjojo, Ir Djuanda, Sukiman, Mr Sujono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Mr Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel TB Simatupang, dan Mr Muwardi.
Sepuluh tahun setelah Proklamasi, Indonesia menggelar pemilu Konstituante dan anggota DPR untuk pertama kali. Pada Februari 1951 kabinet Natsir memperkenalkan RUU pemilu yang dipimpin Sukiman untuk menggelar pemilihan regional.
Setahun kemudian, kabinet Wilopo memperkenalkan RUU untuk pendaftaran pemilih. Namun, karena ada yang keberatan dari partai politik, diskusi di DPR pun tidak dimulai sampai September.
Perdana menteri baru, Ali Sastroamidjojo, mengumumkan jadwal persiapan untuk pemilu selama 16 bulan, mulai Januari 1954. Pada 4 November, pemerintah mengumumkan Komite Pemilihan Pusat baru diketuai oleh anggota PNI S Hadikusomo, termasuk semua partai yang diwakili di pemerintahan yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Buruh dan Barisan Tani Indonesia (BTI), serta beberapa partai pendukung pemerintah, seperti Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo).
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit berisi pembubaran konstituante, berlakunya kembali UUD 1945, tidak berlakunya UUD S 1950, serta pemakluman pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Peristiwa ini berlatar belakang kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Konstituante melaksanakan pemungutan suara pada 30 Mei 1959 dan menghasilkan 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meski yang menyatakan setuju lebih banyak, pemungutan suara ini harus diulang karena jumlah suara tidak sesuai dengan jumlah anggota.
Peristiwa ini digerakkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menyebabkan jatuhnya korban Pahlawan Revolusi. Setelah itu Presiden Soeharto membentuk Orde Baru.
Pemberontakan ini berlatar belakang kudeta atau perebutan kekuasaan mengakibatkan gugurnya enam jenderal serta satu perwira pertama militer. Jenazahnya mereka dimasukkan ke lubang sumur lama di area Lubang Buaya.