MELBOURNE, vozpublica.id - Raksasa pertambangan Australia, BHP mengaku telah membayar rendah gaji pekerja dan mantan pekerjanya. Hal itu telah terjadi sejak 2010 atau selama 13 tahun.
Berdasarkan temuan tinjauan yang dilakukan perusahaan, itu terjadi karena sekitar 28.500 karyawan mendapat hari libur nasional lebih sedikit dibanding haknya. Sedangkan 400 karyawan tidak mendapat tunjangan tambahan karena kesalahan entitas ketenagakerjaan dalam kontrak mereka.
BHP menyatakan telah melaporkan hal tersebut kepada pihak berwenang dan kesalahan itu menyebabkan perusahaan berutang hingga 280 juta dolar AS atau Rp4,17 triliun sebelum pajak sebagai pembayaran kembali setelah menghitung cuti libur selama lebih dari satu dekade.
Menurut temuan perusahaan, beberapa karyawan terkena dampak cuti mereka dipotong secara tidak benar pada hari libur nasional. Akibatnya mereka berutang total rata-rata enam hari cuti per karyawan atau sekitar 170.000 hari di seluruh perusahaan.
"Kami mohon maaf kepada semua karyawan dan mantan karyawan yang terkena dampak kesalahan ini. Ini tidak cukup baik dan jauh dari standar yang kami harapkan di BHP," kata Presiden BHP Australia Geraldine Slattery dikutip dari BBC, Sabtu (3/6/2023).
"Kami sedang bekerja untuk memperbaiki dan memulihkan masalah ini, secepat mungkin," imbuh dia.
Perusahaan juga menyatakan telah menugaskan peninjauan sistem penggajian. Itu akan memberikan pembaruan terhadap pengumuman pendapatan setahun penuh pada Agustus mendatang.