Get vozpublica App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : DPR Prihatin Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk: Mudah-mudahan Cepat Diatasi
Advertisement . Scroll to see content

Sejarah Bung Karno Membubarkan DPR: dari Kebuntuan Konstituante hingga Dekrit 5 Juli 1959

Kamis, 28 Agustus 2025 - 02:10:00 WIB
Sejarah Bung Karno Membubarkan DPR: dari Kebuntuan Konstituante hingga Dekrit 5 Juli 1959
Sejarah Bung Karno Membubarkan DPR (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, vozpublica.id -  Sejarah Bung Karno membubarkan DPR merupakan salah satu episode penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Keputusan Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1955 dan menggantinya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) menandai berakhirnya demokrasi liberal dan lahirnya Demokrasi Terpimpin. 

Langkah ini tidak hanya mengubah arah politik bangsa, tetapi juga menimbulkan perdebatan panjang mengenai relasi antara eksekutif dan legislatif di Indonesia.

Sejarah Bung Karno Membubarkan DPR

Latar Belakang Terjadinya Pembubaran DPR

Untuk memahami sejarah Bung Karno membubarkan DPR, kita perlu melihat situasi politik Indonesia pasca-Pemilu 1955. Pemilu pertama tersebut dianggap sangat demokratis dengan partisipasi rakyat yang tinggi. Namun, hasilnya justru menghasilkan fragmentasi politik. Tidak ada partai yang mampu memperoleh mayoritas absolut.

Dikutip dari Herbert Feith dalam bukunya The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (1962), ia menyebutkan bahwa sistem multipartai kala itu membuat kabinet mudah jatuh karena partai-partai besar lebih mengedepankan kepentingan ideologi dibanding stabilitas pemerintahan. Akibatnya, DPR sulit menghasilkan keputusan yang solid.

Selain itu, Konstituante yang bertugas merumuskan Undang-Undang Dasar baru juga menemui jalan buntu. Menurut George McTurnan Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia (1952), disebutkan bahwa perdebatan antara kelompok Islam dan nasionalis mengenai dasar negara semakin memperuncing polarisasi politik. Situasi inilah yang kemudian membuka ruang bagi Soekarno mengambil langkah tegas.


Proses Bung Karno Membubarkan DPR

Ketika DPR menolak usulan pemerintah terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 1960, Soekarno menilai lembaga legislatif sudah tidak lagi mendukung jalannya pemerintahan.

Pada 5 Juli 1959, Bung Karno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi tiga poin utama:

  • Pembubaran Konstituante.
  • Berlaku kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD Sementara 1950.
  • Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).


Setelah itu, DPR hasil Pemilu 1955 dibubarkan dan diganti dengan DPR Gotong Royong (DPR-GR). Anggota DPR-GR tidak dipilih rakyat, melainkan ditunjuk langsung oleh Presiden. Dikutip dari A.H. Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia (1978), ia menyebutkan bahwa pembentukan DPR-GR dimaksudkan untuk memperkuat sistem Demokrasi Terpimpin yang menempatkan Presiden sebagai pengendali utama politik nasional.


Dampak Pembubaran DPR terhadap Politik Indonesia

Sejarah Bung Karno membubarkan DPR membawa dampak luas, di antaranya:

  • Berakhirnya Demokrasi Liberal
    Menurut M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200–2008 (2008), ia menyebutkan bahwa pembubaran DPR menjadi titik akhir eksperimen demokrasi parlementer di Indonesia.
  • Lahirnya Demokrasi Terpimpin
     Bung Karno memperkenalkan konsep ini untuk menggantikan sistem multipartai yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
  • Menguatnya Kekuasaan Presiden
     DPR-GR lebih berfungsi sebagai pendukung eksekutif, bukan pengawas kebijakan.
  • Meningkatnya Peran Militer dan PKI
     Dengan sistem penunjukan, militer dan PKI mendapatkan porsi signifikan dalam DPR-GR. Hal ini menambah kompleksitas politik menjelang 1965.


Kritik dan Kontroversi

Keputusan Bung Karno membubarkan DPR menuai perdebatan. Bagi pengkritik, langkah tersebut dianggap otoriter dan melemahkan prinsip demokrasi. Namun, pendukungnya melihat hal itu sebagai tindakan penyelamat bangsa dari kebuntuan politik.

Follow WhatsApp Channel vozpublica untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
vozpublica Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program vozpublica.id Network. Klik lebih lanjut