Gaduh Polemik Royalti Musik Berujung Desakan Audit LMKN

JAKARTA, vozpublica.id - Polemik pembayaran royalti musik menuai kontroversi dan membuat gaduh publik belakangan ini. Hal ini membuat sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang takut memutar musik karena ancaman tagihan pembayaran royalti.
Tak hanya itu, para musisi juga bersuara terkait sistem pembayaran royalti yang tidak sesuai. Kebijakan baru ini menyisakan beberapa permasalahan, salah satunya soal peran dan kerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Praktisi hukum sekaligus musisi, Deolipa Yumara menyoroti peran LMKN. Dia pun meminta agar LMKN diaudit demi transparansi.
Sebab, menurut dia, LMKN merupakan perpanjang tangan negara dalam mengurus royalti musik, meskipun nonstruktural di bawah Kementerian Hukum (Kemenkum).
“Mereka ini non-struktural, tapi diberikan hak secara institusi untuk melakukan kolektif, kolektif terhadap royalti, musik. Ciptaan lagu maupun musik kan mereka diberikan hak untuk mengkolektif. Mereka adalah wakil dari negara. Karena diatur secara undang-undang,” ujar Deolipa kepada wartawan, Rabu (20/8/2025).
Deolipa menilai, sistem pengelolaan royalti banyak menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Di mana, banyak musisi dan pencipta lagu mengeluh lantaran menerima royalti dalam jumlah kecil, padahal penarikan dari berbagai sektor hiburan terbilang besar.
“Akhirnya ada teriakan-teriakan dari pencipta lagu yang katanya cuma terima pembayaran sebagai pencipta lagu kecil, cuma Rp700.000 selama setahun ya, ada yang Rp200.000. Nah, sementara LMKN ini menerima atau menagih kepada hampir semua usaha-usaha entertain,” tuturnya.
“Bioskop ditagih, kemudian mall ditagih, hotel ditagih, lembaga-lembaga perjalanan yang bikin musik ditagih, semuanya ditagih, bahkan cafe-cafe ditagih,” ucapnya.