2,3 Juta Pekerja di Industri Tembakau Terancam Kehilangan Pekerjaan Imbas Penerapan PP Kesehatan

JAKARTA, vozpublica.id - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) berpotensi memberikan dampak negatif terhadap industri hasil tembakau (IHT) domestik.
Diperkirakan sebanyak 2,3 juta tenaga kerja pada industri tembakau terancam kehilangan mata pencahariannya imbas aturan yang membuat tentang Kesehatan serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Peneliti Indef, Tauhid Ahmad menilai kebijakan terkait industri tembakau sehubungan dengan aturan-aturan yang termuat dalam PP 28/2024 dan RPMK, yaitu kemasan rokok polos tanpa merek, larangan berjualan di sekitar satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan pembatasan iklan luar ruang, berpotensi memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
"Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor Industri Hasil Tembakau dan produk turunannya atau 1,6% dari total penduduk bekerja," ujar Tauhid dalam keterangannya dikutip, Rabu (16/10/2024).
Tauhid menambahkan, jika aturan ini diterapkan maka dampak ekonomi yang hilang diperkirakan mencapai Rp308 triliun atau setara 1,5 persen dari PDB.
Selain itu, dampak terhadap penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp160,6 triliun yang setara dengan 7 persen dari total penerimaan perpajakan nasional.
Menurutnya, PP 28/2024 serta RPMK perlu melibatkan setiap pemangku kepentingan dalam ekosistem IHT, bukan hanya pelaku usaha, namun juga kementerian dan lembaga yang terlibat.
Adapun Indef merekomendasikan agar pemerintah melakukan revisi PP 28/2024 dan membatalkan RPMK terutama pada pasal-pasal yang berpotensi berdampak negatif terhadap penerimaan dan perekonomian negara.