“Saya kasihan sama rakyat yang setiap hari dijelaskan kalau itu benar dengan analisa para doktor. Itu memang benar, tapi sampelnya yang disembunyikan. Logikanya tidak masuk akal,” ujarnya.
Menurut Aryanto, untuk membuktikan keaslian skripsi tidak cukup hanya membandingkan fisik dokumen. Dia menyatakan beberapa skripsi mahasiswa UGM di masa itu memang diketik sendiri-sendiri, sebagian dengan komputer, sehingga tidak seragam.
“Kalau analisis Pak Roy (Suryo), saya tidak menyangkal. Tapi yang dibandingkan itu hanya hasil unggahan yang kemudian di-print dan dibandingkan dengan print lain. Itu tidak bisa dijadikan pembuktian,” kata Aryanto.
Dia menjelaskan Bareskrim Polri sampai saat ini masih menunggu bukti autentik mengenai dugaan pemalsuan. Sementara itu, pihak yang melaporkan baru menyampaikan hasil penelitian tanpa menyertakan dokumen asli yang bisa diuji secara forensik.
Dia menegaskan tidak dalam posisi membela Jokowi, namun hanya ingin menjelaskan duduk perkara agar publik tidak tersesat dalam narasi yang menyesatkan.
“Sayangnya ini jadi sengketa dua kubu. Kubu satu pakai teknik pembenaran dengan teori yang dia geluti, tapi dalam praktiknya ada kecurangan karena sampel yang dibandingkan tidak diambil dari sumber asli,” kata Aryanto.