JAKARTA, vozpublica.id - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bakal memutuskan dugaan pelanggaran kode etik terhadap hakim yang menyidangkan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, Selasa (7/11/2023). Putusan tersebut menuai banyak kontroversi karena diduga melahirkan dinasti politik.
Putusan itu mengabulkan kepala daerah belum berusia 40 tahun bisa mengikuti pilpres. Pascaputusan tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang baru berusia 36 tahun langsung ditetapkan menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan, putusan MKMK tersebut akan menentukan politik dinasti ke depan. Dia menyebut apabila putusan MKMK tidak menghadirkan sesuatu yang baru, maka seakan politik dinasti dibiarkan.
"Besok itu kalau putusannya (MKMK) ternyata tidak menimbulkan sesuatu yang baru seakan-akan praktik dinasti politik itu dibenarkan, bahkan oleh Mahkamah Konstitusi, itu yang sebenarnya mengerikan," ujar Bivitri dalam diskusi bedah buku berjudul 'Oligarki dan Totalitarianisme Baru' yang ditulis Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Senin (6/11/2023).
Dalam buku tersebut, kata Bivitri, Jimly menyoroti dua hal dalam politik dinasti. "Pertama menurut dia penentu yang melanggengkan oligarki, itu betul-betul dia (Jimly Asshiddiqie) tulis, dia menyalahkan tiga hal itu kekuasaan politik, kekuasaan bisnis, dan budaya dinasti keluarga," katanya.
Menurut dia, Jimly menulis totalitarianisme muncul lantaran adanya benturan kepentingan yang luar biasa. Benturan kepentingan itu dihasilkan salah satunya dari politik dinasti.