Kontroversi dan Perjuangan
Perjalanan kepengarangan Tohari penuh liku-liku. Novel Ronggeng Dukuh Paruk yang terbit tahun 1982, mengisahkan pergolakan di dusun kecil selama masa pergolakan komunis dan dianggap kontroversial oleh Orde Baru. Pemerintah memandangnya sebagai karya yang terlalu kiri. Bahkan Tohari diinterogasi selama berminggu-minggu.
Hanya melalui bantuan sahabatnya Gus Dur, Tohari bebas dari intimidasi tersebut.
Ciri Khas Karya, Desa dan Religiositas
Karya Tohari kaya dengan nuansa kehidupan pedesaan dan religiositas. Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk memperlihatkan kehidupan masyarakat kecil dan pergulatan internal tokoh-tokohnya. Tohari mengangkat tema-tema nasional melalui cerita-cerita pedesaan, memberikan suara kepada mereka yang terpinggirkan.
Puncak Kreativitas dalam Cerpen-Cerpen
Mata Yang Enak Dipandang, kumpulan cerpennya yang terbit pada 2013, mencerminkan kekhasan gaya penulisan Tohari. Dalam 15 cerpennya, dia menyuguhkan gambaran kehidupan sosial dan budaya di pedesaan.
Melalui cerpen-cerpen seperti Penipu yang Keempat dan Warung Penajem, Tohari menyoroti konflik moral dan spiritual di tengah masyarakat pinggiran.
Penghargaan dan Legitimasi Karya
Karya Tohari memetakan kompleksitas kehidupan manusia pedesaan, dan penghargaan-penghargaan yang diterimanya, seperti novel "Kubah" yang memenangi hadiah Yayasan Buku Utama pada tahun 1981, yang melegitimasi kepiawaiannya dalam mengangkat isu-isu kehidupan.
Meskipun perjalanan kepengarangannya penuh gejolak dan keresahan pribadi, Tohari tetap teguh pada pendiriannya hingga menciptakan karya-karya yang tak hanya menghibur tetapi juga meresapi kearifan lokal.
Biografi Ahmad Tohari dengan jejak karyanya yang mengalir dari pedesaan hingga kancah internasional, telah membuktikan bahwa seorang sastrawan tidak hanya menulis untuk generasinya sendiri, tetapi juga untuk semua generasi yang akan datang. Karya-karyanya bukan hanya cermin kehidupan desa, tetapi juga refleksi mendalam tentang keberagaman dan kompleksitas manusia.