Heboh Tuak-Tuyul Halal, BPJPH dan Komite Fatwa MUI Sepakati Solusi Nama Produk Halal

Kastolani Marzuki
Komisi Fatwa MUI menggekar pertemuan dengan Kementerian Agama terkait penamaan produk halal. (Foto: ist)

TANGERANG, vozpublica.id - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menggelar rapat koordinasi bersama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Produk Halal.

Pertemuan menyepakati solusi bagi 151 produk bersertifikat halal yang penamaannya bermasalah menyusul munculnya produk dengan nama tuyul, tuak, beer, dan wine yang mendapat sertifikat halal. 

"Pada hari ini Selasa 8 Oktober 2024 kita mengadakan pertemuan konsolidasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Komite Fatwa Produk Halal. Konsolidasi hari ini untuk mengidentifikasi nama-nama produk yang disinyalir menyangkut penamaan-penamaan produk yang berkonotasi dan tidak diperbolehkan di dalam Fatwa MUI," kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/10/2024). 

Hadir dalam pertemuan Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Mamat S Burhanudin, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, dan Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa, serta jajaran pada masing-masing lembaga. 

Aqil mengatakan, dari konsolidasi tersebut diperoleh data dari 5.314.453 produk (bersertifikat halal), (produk dengan) nama bermasalah sebanyak 151 produk. Prosentasenya adalah 0,003 persen. 

"Artinya, alhamdulillah kita cukup proper. Namun demikian, dari 151 itu kita identifikasi temuannya ada dua, yang dikecualikan berjumlah 30 dan tidak dikecualikan berjumlah 121," ujar Aqil.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh mengatakan, merujuk Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020, terdapat dua kondisi terkait penamaan produk. 

Pertama, sesuai dengan fatwa, ada pengecualian terkait dengan penggunaan nama, bentuk, dan atau kemasan yang diatur di dalam fatwa nomor 44 tahun 2020 misalnya yang secara 'urf atau kebiasaan di tengah masyarakat dikenal sesuatu yang biasa atau tidak terasosiasi dengan sesuatu yang haram, misalnya bir pletok, dikenal sebagai jenis minuman tradisional yang halal, suci, dan tidak terasosiasi dengan pengertian bir yang mengandung alkohol," ujar Niam.

Demikian juga, lanjutnya, tidak semua jenis kata wine itu kemudian terlarang. Misalnya, 'red wine' yang merujuk kepada jenis warna yang secara empirik digunakan di tengah masyarakat. Ini penting untuk dipahami secara menyeluruh sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di publik. 

"Yang kedua, yang secara substansi memang tidak sejalan dengan fatwa. Karena itu, kita komitmen untuk melakukan perbaikan dan juga meminta pelaku usaha melakukan perbaikan dan perubahan sesuai dengan standar fatwa," ujar Niam.  

Mengenai mekanisme perbaikan penamaan produk tersebut, telah didiskusikan adanya jalan afirmatif untuk melakukan proses perbaikan untuk kepentingan penyesuaian dengan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga standar fatwa yang menjadi acuan di dalam proses penetapan fatwa halal. 

"Dengan demikian, konsolidasi ini akan semakin mengakselerasi proses penyelenggaraan sertifikasi halal dan dedikasi ini untuk kepentingan publik, kepentingan jaminan perlindungan halal, dan juga kepentingan ketepatan secara syar'i," katanya.

Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait
Nasional
2 hari lalu

Kemenag akan Gandeng BLKK Kemnaker Bekali Santri di Dunia Industri

Muslim
5 hari lalu

Kemenag Umumkan 3 Besar Finalis Pesantren Award 2025, Ini Daftar Nominasinya

Muslim
6 hari lalu

Apa Itu Tepuk Sakinah yang Viral untuk Calon Pengantin? Ini Lirik dan Maksudnya

Muslim
6 hari lalu

Wamenag Harap Ditjen Pesantren Diresmikan 22 Oktober Bertepatan Hari Santri 2025

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program vozpublica.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal