JAKARTA, vozpublica.id - Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja kembali pecah pada Kamis (24/7/2025), menandai babak baru dari rangkaian panjang bentrokan kedua negara yang sudah berlangsung lebih dari seabad.
Meski beberapa kali diselesaikan secara diplomatik dan melalui jalur hukum internasional, sengketa wilayah di sepanjang perbatasan dua negara ASEAN ini terus menyulut ketegangan, bahkan memicu korban jiwa.
Konflik bersenjata modern dimulai pada 2008 ketika kedua negara saling tuding sebagai pemicu serangan di sekitar kuil Preah Vihear.
Ketegangan meningkat karena Thailand memasukkan kuil tersebut sebagai situs warisan nasional, memicu protes keras dari Kamboja. Insiden tersebut menewaskan sejumlah tentara dan menandai periode bentrokan rutin selama beberapa tahun.
Puncak eskalasi terjadi pada 2011, ketika pertempuran sengit selama 7 hari menyebabkan sedikitnya 15 orang tewas dan puluhan ribu warga sipil mengungsi.
Serangan terjadi di sepanjang perbatasan hutan dan situs-situs bersejarah yang diklaim oleh kedua negara. Meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan zona demiliterisasi dan penarikan pasukan, kedua negara tetap mempertahankan kehadiran militer hingga saat ini.
Pada November 2013, ICJ kembali mengeluarkan putusan bahwa seluruh wilayah kuil Preah Vihear adalah bagian dari Kamboja. Thailand diminta menarik semua personel militernya dari wilayah tersebut.
Namun, keputusan ini tidak diterima secara utuh oleh Thailand dan menciptakan ketegangan diplomatik baru yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi konflik bersenjata.