JAKARTA, vozpublica.id - Dirreskrimsus Polda Jateng Kombes Pol Arif Budiman didampingi Kabid Humas Kombes Pol Artanto dan perwakilan dinas pertanian, peternakan, perdagangan dan peneliti Undip menggelar konferensi pers pengungkapan kasus gudang gula oplosan dan peredaran pupuk palsu, di Kantor Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, Semarang, Kamis (10/7/2025) sore. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah berhasil mengungkap kasus peredaran gula oplosan berskala besar di wilayah Banyumas dan penjualan pupuk palsu.
Untuk kasus produk gula oplosan ini diketahui telah beredar luas di sejumlah wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Aksi pengoplosan ini dilakukan oleh seorang pelaku berinisial MS (52), warga Cilongok, Kabupaten Banyumas selaku pemilik gudang tempat produksi. "Awal bulan Juli kemarin, kami segel gudang produksi gula oplosan milik MS di Banyumas. Mereka telah beroperasi sejak 2018 dengan kapasitas produksi 300 hingga 500 ton per bulan dan omzet mencapai Rp150 juta per bulan," jelas Dirreskrimsus.
Pelaku diketahui mencampur gula rafinasi dan gula kristal putih reject pabrik, lalu mengemasnya ulang menggunakan karung bekas merek tertentu untuk diedarkan ke berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Barang bukti yang diamankan dalam kasus ini sebanyak lebih dari 1.442 karung gula oplosan, dengan total berat sekitar 72 ton. Selain itu juga diamankan tiga unit mesin pengoplos (mixer), dua mesin jahit karung, dan dua timbangan digital.
Sementara kasus produksi pupuk tidak sesuai standar atau pupuk palsu di wilayah Boyolali bermula dari informasi masyarakat terkait pupuk merek Enviro dan Spartan yang diduga palsu di Sragen. Setelah dilakukan pendalaman, diketahui bahwa pupuk tersebut diproduksi oleh sebuah CV milik tersangka TS. "Perusahaan ini memang memiliki legalitas lengkap, tapi isi produknya tidak sesuai dengan komposisi yang tertera di kemasan," ungkap Kombes Pol Arif Budiman.
Ditreskrimsus menyebut pihaknya telah menutup dua pabrik pupuk yang beroperasi di Kabupaten Boyolali karena terbukti memproduksi pupuk di bawah standar kualitas. Produksi per bulan mereka mencapai 260 hingga 400 ton, dengan distribusi utama di wilayah Sragen, Karanganyar, dan Boyolali. Diungkapkan bahwa produk pupuk palsu ini berpotensi merugikan petani dan merusak ekosistem pertanian.
Dari hasil uji laboratorium yang melibatkan Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian Jateng serta peneliti dari Undip, ditemukan bahwa kandungan utama pupuk justru terdiri dari dolomit, bukan unsur hara yang dibutuhkan tanaman."Jika dolomit digunakan terus-menerus, tanah akan basah, unsur mineral sulit diserap, dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan gagal panen," jelas Fajri, peneliti dari Fakultas Pertanian Undip. Dalam kasus ini, petugas mengamankan barang bukti sebanyak 2.365 karung pupuk berbagai jenis, dengan berat total mencapai sekitar 118,25 ton.
FOTO: Ahmad Antoni