"Kuartal I tahun ini juga bertahan di atas 5 persen, yaitu 5,03 persen. Purchasing Managers' Index (PMI) kita juga dalam situasi ekspansif meskipun kita juga melihat dalam bulan Mei ini sedikit menurun," kata Sri.
Sri menyebut, ini adalah situasi yang sangat langka karena sebagian besar negara yang selama ini pertumbuhan ekonominya baik justru dihadapkan pada perlemahan pertumbuhan ekonomi dan PMI-nya melemah atau kontraktif.
"Dari sisi stabilitas, dari sisi inflasi kita justru mengalami stabilitas dan penurunan, bahkan saat Indonesia merayakan hari raya dimana secara musiman biasanya demandnya sangat tinggi dan itu bisa menciptakan dorongan kenaikan harga," ujar Sri.
Dari sisi nilai tukar, Indonesia relatif stabil, dengan nilai tukar Rupiah tahun lalu terdepresiasi rata-rata 3,9 persen dibandingkan Malaysia Ringgit terdepresiasi 6,2 persen dan India Rupee turun 6,4 persen, Rupiah Indonesia masih memiliki resiliensi dan daya tahan.
"Imbal hasil SBN juga relatif sangat stabil, atau bahkan mengalami penurunan, padahal ini di dalam konteks dimana Amerika Serikat sebagai negara terbesar di dunia sudah menaikkan suku bunga dalam 12 bulan terakhir dengan lebih dari 500 basis poin," tutur Sri.