Ia menyebut pajak pertambahan nilai (PPn) semestinya bisa diturunkan dari 11 persen menjadi 8 persen. Cara ini diyakini bisa mendorong geliat ekonomi masyarakat.
Menurutnya, pemerintah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan soal penerimaan negara yang melambat imbas pemangkasan PPn ini. Sebab, kata Bhima, penurunan pajak ini justru akan menggeliatkan aktivitas industri, menyerap lebih besar tenaga kerja, sehingga pajak penghasilan bakal meningkat di tengah pemangkasan PPn.
"Kita rekomendasikan ke Pak Purbaya tarif PPN dipangkas dari 11 persen ke 8 persen, PTKP dinaikkan jadi Rp7 juta per bulan, dan serapan anggaran terutama terkait transisi energi. Kalau prakondisi itu dijalankan, maka pasokan dan permintaan akan sama-sama naik," tambah Bhima.
Lebih lanjut, Bhima mengatakan Celios sendiri telah melakukan modeling jika Pemerintah memangkas PPn dari 11 persen menjadi 8 persen. Penurunan tarif PPN bukan semata langkah populis yang mengorbankan penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi perlu menjadi momentum perombakan struktur pajak yang lebih seimbang.
Berdasarkan riset Celios, skenario penurunan tarif PPN 8 persen diproyeksikan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar 0,74 persen dan mendorong pertumbuhan PDB hingga Rp133,65 triliun. Dampak ganda ini akhirnya turun meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan pajak bersih hingga mencapai Rp1 triliun per tahun.
"Dari hasil modelling Celios akan terdapat kenaikan Rp1 triliun penerimaan negara sebagai efek kenaikan pajak dari aktivitas produksi dan permintaan masyarakat. Jadi PPN turun, tapi sumbangan PPh21-nya akan naik sebagai kompensasi," pungkas Bhima.