Pakar Teknologi Ingatkan, AI Tanpa Pendekatan Humanis Berbahaya

JAKARTA, vozpublica.id - Revolusi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) tengah mengguncang berbagai sektor kehidupan, dari ruang kelas, pabrik, hingga obrolan digital. Namun di balik kilauan efisiensi dan produktivitas, ada ancaman besar yang mengintai: dehumanisasi masyarakat Indonesia akibat salah arah dalam pemanfaatan AI.
Pakar teknologi dan pendidikan, Profesor Eko Indrajit memperingatkan pendekatan humanis dalam pengembangan dan penggunaan AI kini bukan sekadar penting, tapi menjadi kebutuhan mendesak.
Sebagai negara yang masih berperan sebagai pengguna AI, Indonesia berisiko terjebak dalam sistem yang tak mencerminkan nilai-nilai sosial budaya lokal. Teknologi yang diadopsi mentah-mentah dari luar berpotensi memuat bias algoritma, mendistorsi informasi, dan melemahkan otonomi manusia.
“Sebagian besar penduduk di perkotaan relatif lebih terpapar dan paham teknologi dibandingkan masyarakat di wilayah terpencil yang masih terbatas literasi digitalnya. Ketimpangan akses internet serta perbedaan tingkat pendidikan menimbulkan tantangan dalam memeratakan pemahaman dan adopsi teknologi AI,” ujar Profesor Eko dalam keterangan persnya, Rabu (28/5/2025).
Kesenjangan ini makin mengkhawatirkan ketika AI digunakan secara luas tanpa regulasi ketat. Risiko penyalahgunaan data, diskriminasi algoritmik, hingga penyebaran misinformasi tak bisa dipandang remeh. Jika dibiarkan, AI bisa menjadi alat penindas yang merampas hak dan privasi individu.
Prof Eko memaparkan empat langkah strategis untuk membentengi bangsa dari ancaman AI. Pertama, memperkuat literasi digital dan pendidikan STEM agar masyarakat lebih siap secara intelektual. Kedua, memperketat regulasi etika dan perlindungan data agar teknologi tidak mencederai hak individu. Ketiga, memperluas akses internet hingga ke pelosok. Keempat, mendorong kolaborasi lintas sektor demi menciptakan ekosistem AI yang adil dan berkelanjutan.