Haris Azhar Nilai Lagu Bayar, Bayar, Bayar Ekspresi Imajinatif yang Gambarkan Fakta

“Nah jadi saya mau mengatakan lagunya enak dia menjadi viral baru meresahkan, mungkin ya meresahkan institusi polisi atau sejumlah pejabat kepolisian, yang akhirnya melarang atau memaksa si dua seniman tadi itu, anggota Band Sukatani itu untuk minta maaf. Kalau enggak viral nggak dipaksa," ucapnya.
Haris juga menyebut bahwa kritik terhadap polisi sudah menjadi ekspresi publik yang luas dan sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Dia mengibaratkan bahwa di tempat-tempat seperti Papua, masyarakat seringkali menunjukkan rasa kecewa terhadap kepolisian.
“Coretan-coretan di Malang banyak, karena peristiwa-peristiwa perilaku kepolisian ya, yang meresahkan masyarakat itu banyak di Indonesia di mana-mana anda pergi ke Papua, orang bisa berjejer 2 Km, ini analoginya gitu ya kira-kira, untuk menjelaskan bagaimana mereka kecewa dengan Polisi, jadi korban dan lain-lain,” katanya.
Lebih lanjut, Haris menyampaikan bahwa kritik terhadap kepolisian bukan hanya terjadi melalui lagu, tetapi juga dalam berbagai bentuk ekspresi publik lainnya.
“Jadi, kalau bicara soal kritik publik karena pengalaman mereka ekspresinya itu nggak cuma di lagu, banyak. Nah secara dalam konteks itu saya mau bilang bahwa dalam konteks yang lebih, kurun waktu tertentu berbasis di banyak tempat, ekspresi kritik publik terhadap polisi itu banyak sekali dan macam-macam,” ucapnya.
Dalam konteks ini, Haris menganggap bahwa lagu Sukatani justru terlambat dalam merespons kritik terhadap kepolisian.
“Jadi kalau ini (lagu Sukatani) dibilang bablas, tidak ada yang kebablasan. Sukatani malah telat kenapa baru bikin lagu sekarang. Jadi, saya mau mengatakan bahwa ini ada ekspresi yang imajinatif ada pilihan bahasanya menggambarkan apa yang dekat dengan fakta, Sukatani ada di situ,” ujarnya.
Editor: Aditya Pratama