Get vozpublica App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Boni Hargens Tegaskan Tim Transformasi Reformasi Polri Bukan Bentuk Pembangkangan ke Prabowo
Advertisement . Scroll to see content

Haris Azhar Nilai Lagu Bayar, Bayar, Bayar Ekspresi Imajinatif yang Gambarkan Fakta

Selasa, 25 Februari 2025 - 20:44:00 WIB
Haris Azhar Nilai Lagu Bayar, Bayar, Bayar Ekspresi Imajinatif yang Gambarkan Fakta
Pendiri Lokataru Haris Azhar dalam acara Rakyat Bersuara 'Lagu Bayar, Bayar, Bayar Bikin Ambyar' di vozpublica TV, Selasa (25/2/2025). (Foto: Tangkapan Layar)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, vozpublica.id - Pendiri Lokataru, Haris Azhar memberikan tanggapan terkait lagu "Bayar, Bayar, Bayar" milik Band Sukatani yang baru-baru ini viral. Menurutnya, lagu tersebut tidak melampaui batas, justru dianggap kurang dalam menyampaikan pesan terhadap kritikannya.

“Enggak ada yang kebablasan, malah kurang. Secara estetik lagu ini enak, paling enggak secara subjektif saya ya. Komposisinya okelah, perlu dapat penghargaan secara dari dunia seni dan musik saya pikir, termasuk dari sisi busana juga,” ujar Haris dalam acara Rakyat Bersuara 'Lagu Bayar, Bayar, Bayar Bikin Ambyar' yang dipandu Aiman Witjaksono di vozpublica TV, Selasa (25/2/2025).

Haris menambahkan, lagu ini menjadi viral karena dinilai enak didengar, meski berisi kritik terhadap pihak kepolisian. Haris menyebut, kritik semacam ini sebenarnya bukan hal baru.

“Nah yang kedua gara-gara lagunya enak menjadi viral. Kalau lagu yang mengkritik Polisi, banyak. Pasca-kasus Kanjuruhan banyak lagu-lagu yang muncul juga. Di peristiwa-peristiwa lain juga banyak. Slank itu juga secara implisit ada lagunya mengkritik, meskipun belakangan Slank itu memuji polisi,” katanya.

Menurut Haris, viralnya lagu ini justru menyebabkan keresahan di kalangan aparat kepolisian dan beberapa pejabat, yang akhirnya memaksa anggota band Sukatani untuk meminta maaf. 

“Nah jadi saya mau mengatakan lagunya enak dia menjadi viral baru meresahkan, mungkin ya meresahkan institusi polisi atau sejumlah pejabat kepolisian, yang akhirnya melarang atau memaksa si dua seniman tadi itu, anggota Band Sukatani itu untuk minta maaf. Kalau enggak viral nggak dipaksa," ucapnya.

Haris juga menyebut bahwa kritik terhadap polisi sudah menjadi ekspresi publik yang luas dan sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Dia mengibaratkan bahwa di tempat-tempat seperti Papua, masyarakat seringkali menunjukkan rasa kecewa terhadap kepolisian.

“Coretan-coretan di Malang banyak, karena peristiwa-peristiwa perilaku kepolisian ya, yang meresahkan masyarakat itu banyak di Indonesia di mana-mana anda pergi ke Papua, orang bisa berjejer 2 Km, ini analoginya gitu ya kira-kira, untuk menjelaskan bagaimana mereka kecewa dengan Polisi, jadi korban dan lain-lain,” katanya.

Lebih lanjut, Haris menyampaikan bahwa kritik terhadap kepolisian bukan hanya terjadi melalui lagu, tetapi juga dalam berbagai bentuk ekspresi publik lainnya. 

“Jadi, kalau bicara soal kritik publik karena pengalaman mereka ekspresinya itu nggak cuma di lagu, banyak. Nah secara dalam konteks itu saya mau bilang bahwa dalam konteks yang lebih, kurun waktu tertentu berbasis di banyak tempat, ekspresi kritik publik terhadap polisi itu banyak sekali dan macam-macam,” ucapnya.

Dalam konteks ini, Haris menganggap bahwa lagu Sukatani justru terlambat dalam merespons kritik terhadap kepolisian. 

“Jadi kalau ini (lagu Sukatani) dibilang bablas, tidak ada yang kebablasan. Sukatani malah telat kenapa baru bikin lagu sekarang. Jadi, saya mau mengatakan bahwa ini ada ekspresi yang imajinatif ada pilihan bahasanya menggambarkan apa yang dekat dengan fakta, Sukatani ada di situ,” ujarnya.

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel vozpublica untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
vozpublica Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program vozpublica.id Network. Klik lebih lanjut