UU Jaminan Fidusia Dinilai Berikan Perlindungan Hukum kepada Debitur

JAKARTA, vozpublica.id – Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sudah berusia 20 tahun. UU ini mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia dan salah satu indicator getting credit.
Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daulat Pandapotan Silitonga mengatakan, saat ini jaminan fidusia yang bersifat accesoir merupakan landasan hukum terhadap perjanjian kredit. Hal ini sangat memerhatikan kepentingan debitur dengan memberikan jaminan hukum kepada benda bergerak atau kendaraan yang di kredit dari kreditur (perusahaan pembiayaan).
“Jaminan yang lahir karena perjanjian adalah jaminan yang harus diperjanjikan terlebih dahulu diantara para pihak, yaitu perjanjian yang mengikuti dan melihat pada perjanjian dasar atau perjanjian pokok yang menerbitkan utang atau kewajiban atau prestasi bagi debitur terhadap kreditur,” kata Daulat dalam keterangannya, Minggu (12/5/2019).
Dia menjelaskan pada Pasal 14 ayat 3 UU Jaminan fidusia berbunyi jaminan lahir saat dilkukan pendaftaraan jaminan fidusia. Pernyataan dalam UU tersebut bisa dimaknai, apabila jaminan fidusia belum didaftarkan maka kreditur (perusahaan leasing/pembiayaan) belum memiliki hak jaminan fidusia termasuk hak untuk melakukan eksekusi terhadap benda yang sedang dijaminkan. Hal ini tentunya memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada para pihak melalui lembaga pendaftaran fidusia.
“Meski tujuan pengaturan lembaga jaminan khusus kebendaan (fidusia – red) utamanya guna melindungi kepentingan kreditur sebagai penyedia dana dalam perjanjian pinjam meminjam, namun kententuan yang terdapat di UU Jaminan Fidusia tetap memperhatikan kepentingan para pihak secara seimbang termasuk kepentingan debitur,” katanya.