5. Berdasarkan latar belakang para siswa yang mengikuti program di dua lokasi barak militer, yakni di Lembang dan Purwakarta, faktor penyebab utama mereka masuk ke dalam program ini adalah karena kebiasaan merokok, disusul oleh perilaku sering membolos sekolah, dan di urutan ketiga adalah keterlibatan dalam tawuran. Selain itu, sebanyak 6,7% siswa menyatakan tidak mengetahui alasan mereka mengikuti program. Temuan ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali terhadap ketepatan sasaran peserta dalam pelaksanaan program.
6. Peserta program tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikolog profesional, melainkan hanya rekomendasi guru BK. Bahkan, ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas.
7. Hasil wawancara sampel anak di dua lokasi pengawasan mengungkapkan bahwa perilaku menyimpang anak banyak dipengaruhi oleh kurang optimalnya pengasuhan di lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan oleh kesibukan orang tua, perceraian, tidak tinggal bersama orang tua, serta harapan anak untuk mendapatkan bimbingan dari figur ayah. Selain itu, pengaruh teman sebaya dan lingkungan sekitar juga turut berperan.
8. Hasil diskusi dengan dinas terkait mengungkapkan bahwa kekurangan psikolog profesional, pekerja sosial, dan guru BK menyebabkan layanan konseling bagi anak dan siswa tidak berjalan secara maksimal.
9. Perangkat UPTD PPA, Puspaga, PATBM, dan tim PPKSP belum berfungsi optimal karena keterbatasan sumber daya manusia dan dukungan anggaran.
10. Tidak semua pembina memahami protokol Child Safeguarding.
11. Tidak ada kehadiran tenaga medis dan ahli gizi secara tetap di Dodik Bela Negara di Bandung.
12. Keterlibatan OPD tingkat provinsi dalam program yang dilaksanakan di Dodik Bela Negara di Bandung belum optimal.