"Sebagai seorang korban yang masih dalam rasa trauma dan ketakutan, harus berhadapan dengan birokrasi pelaporan yang belibet. Di Polsek Tebet inilah saya berhadapan dengan oknum petugas yang menanggapi laporan yang justru ada kesan ditolak dengan berbagai alasan," katanya.
Bukannya membantu memproses laporan, anggota Polsek Tebet malah menyampaikan kata-kata yang tidak simpatik seperti: "Mbaknya divideoin karena cantik lagi", "Mungkin bapaknya fetish, terinspirasi dari video jepang", "Bapaknya ngefans sama Mbaknya, Mbak idol".
"Di akhir pembicaraan, si petugas itu berkata 'tidak ada yang bisa kami lakukan'. What? Bukti video begitu banyak tapi tidak bisa melakukan apa-apa," kata korban.
Selanjutnya, Polsek Tebet menyarankan korban mendatangi Polres Jakarta Selatan.
"Lagi dan lagi, saya bersama keluarga dan pelaku yang masih didampingi oleh pihak KAI berpindah ke Polres Jakarta Selatan, ke unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak). Saat itu udah lewat jam 00.01 WIB," ujarnya.
Akan tetapi, meski sudah menjelaskan kronologi peristiwa tersebut ke petugas Polres Jaksel, laporan korban tetap tidak bisa diproses.
"Saya bahkan sampai terhenyak ketika seorang oknum polwan dengan tenangnya menjelaskan bahwa, "Mbak, kasus ini tidak bisa ditindak pidana karena memang harus sesuai dengan ketentuan, harus keliatan alat vital atau sensitif, dan Mbaknya divideoin secara paksa," katanya.
"Karena, kata si polwan lagi, dari bukti video di HP pelaku kami tidak menemukan bahwa ini ada tindakan pelecehan, dan untuk tindakan tidak menyenangkan itu sudah tidak ada di Pasal 335. 'adanya tindakan tidak menyenangkan itu karena ada paksaan dari pelaku' begitu kata si polwan," imbuhnya.