JAKARTA, vozpublica.id - Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra memandang ke depannya perlu dirumuskan sebuah aturan agar tidak ada gabungan partai politik atau koalisi parpol yang mendominasi dalam kontestasi pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang.
Hal ini menyusul adanya putusan Mahkaham Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen.
Yusril menuturkan, jika merujuk pertimbangan hukum dan diktum putusan, MK justru memberikan panduan atau arahan agar jika parpol-parpol bergabung mencalonkan capres cawapres, agar jangan sampai mendominasi.
"Di sinilah pembatasan itu perlu sampai maksimum berapa persen dari total parpol peserta Pemilu bisa bergabung mencalonkan seseorang capres. Ini yang perlu dirumuskan secara hati-hati agar norma UU yang nanti dibuat tidak bertabrakan dengan putusan MK ini," ucap Yusril kepada wartawan, Sabtu (4/1/2025).
Meskipun putusan MK menghapus ambang batas syarat pencalonan dukungan minimal tersebut, dia tak ingin di lapangan justru partai politik peserta Pemilu memutuskan membentuk satu poros gabungan partai politik yang sangat besar untuk mendukung salah satu pasangan calon tertentu.
"Misal ada 20 parpol ikut pemilu, lantas 19 partai gabung ajukan 1 paslon, sisa 1 partai yang hanya bisa ajukan 1 calon lagi, akhirnya hanya ada 2 paslon saja. Ini yang harus dipikirkan bagaimana membatasi gabungan partai agar tidak mendominasi seperti dikatakan MK," tuturnya.