Menanti Strategi Baru: Diplomasi Indonesia di Tengah Serangan Tarif AS

Harryanto Aryodiguno
Harryanto Aryodiguno, Associate Professor, International Relations Study Program, President University (Foto: Dok pribadi)

Dalam konteks perdagangan, sikap pasif ini juga terlihat. Sejumlah komoditas strategis Indonesia seperti karet, tekstil, dan kelapa sawit (CPO) masih menghadapi tantangan besar di pasar AS. Namun, belum ada lobi aktif yang dilakukan untuk meraih pengecualian tarif atau penundaan sanksi ekonomi. Negara-negara lain bahkan mampu memanfaatkan seminar, suara dari think-tank, akademisi, hingga diaspora untuk menekan dan memengaruhi opini publik serta elite di Washington. Indonesia, sebaliknya, masih bertumpu pada diplomasi formal dan administratif yang kerap kali lamban dan tidak strategis.

Kita belum berhasil membangun narasi yang meyakinkan bahwa stabilitas dan kemakmuran Indonesia juga penting bagi kepentingan strategis Amerika Serikat. Padahal, dalam konteks Indo-Pasifik, Indonesia punya posisi geografis dan demografis yang sangat strategis—jembatan antara Samudra Hindia dan Pasifik, negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, serta pasar dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia. Semua ini adalah kekuatan potensial yang selama ini belum sepenuhnya dioptimalkan dalam diplomasi.

Di sinilah titik kritisnya. Diplomasi Indonesia selama ini terlalu administratif, belum menjadi kekuatan strategis nasional. Diplomasi kita belum menjelma sebagai orkestrasi menyeluruh dari kekuatan bangsa. Pemerintah, pelaku usaha, kalangan akademik, media, dan diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara belum bergerak serentak membentuk ekosistem diplomatik yang solid. Kita sering kali menunggu arahan atau reaksi, alih-alih memimpin dengan gagasan dan inisiatif.

Kegagalan mengamankan posisi dalam kebijakan tarif AS, serta ketidakhadiran figur Duta Besar AS di Jakarta, seharusnya menjadi pelajaran penting. Kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan birokratis dalam dunia yang semakin kompleks dan cepat berubah. Indonesia perlu menyusun ulang pendekatan diplomatiknya dengan Amerika Serikat: dari yang bersifat pasif menjadi proaktif, dari administratif menjadi strategis, dan dari terfragmentasi menjadi terkoordinasi secara nasional.

Dengan potensi besar yang kita miliki, Indonesia seharusnya bisa tampil bukan sekadar sebagai mitra yang hadir, tetapi sebagai mitra yang penting yang mampu menunjukkan nilai tambah bagi stabilitas kawasan dan kepentingan strategis negara mitra seperti Amerika Serikat. Inilah saatnya diplomasi Indonesia naik kelas.

Editor : Maria Christina
Artikel Terkait
Internasional
9 menit lalu

Pemerintah Prancis Bubar 4 Kali dalam Setahun, Amerika Pantau Ketat

Internasional
51 menit lalu

Pemerintah AS Shut Down Lagi, Trump Mulai Melunak

Internasional
2 jam lalu

Senat Gagal Sepakati Anggaran, Shut Down Pemerintah AS Berlanjut

Internasional
6 jam lalu

Menlu AS Rubio: Citra Israel Semakin Buruk di Mata Global gegara Perang Gaza

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program vozpublica.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal