Setyo menjelaskan bahwa dalam pengajuan dokumen RPTKA, ada tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype. Namun PCW, ALF, dan JMS tidak akan memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut.
RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh TKA sebagai syarat lain terkait izin kerja dan izin tinggal. Namun apabila RPTKA tidak diterbitkan, maka penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat.
"Hal ini menyebabkan pengeluaran denda kepada TKA selama RPTKA belum terbit, yaitu sebesar Rp1.000.000 per hari. Sehingga para Pemohon RPTKA terpaksa memberikan sejumlah uang kepada Direktur PPTKA dan Dirjen Binapenta melalui PCW, ALF, JMS selaku verifikator, supaya tidak terkena denda," ungkap dia.
Sedangkan, tersangka SH, WP, HY, dan DA juga memerintahkan pegawai Direktorat PPTKA agar memprioritaskan pengesahan RPTKA untuk pihak pemohon yang telah menyerahkan sejumlah uang.
"Selain memberikan perintah untuk meminta uang, SH, WP, HY, dan DA secara aktif meminta dan menerima uang dari GTW, PCW, ALF, JMS yang bersumber dari pengajuan RPTKA, dan digunakan untuk keperluan pribadi," ucapnya.