Menurut Qodari, secara statistik temuan jumlah kasus keracunan MBG tersebut konsisten.
“Angkanya secara statistik itu sebetulnya sinkron, sama-sama di sekitar angka 5.000 ya. Kemudian dari elemen masyarakat ada namanya Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia. Mantau lewat media, mencatat 5.360 siswa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Qodari juga menyampaikan hasil asesmen BPOM yang menyebutkan puncak kasus keracunan terjadi pada Agustus 2025, dengan sebaran terbanyak di Jawa Barat. Penyebab utama di antaranya kebersihan makanan, suhu dan ketidaksesuaian pengolahan pangan, kontaminasi silang, serta indikasi alergi pada penerima manfaat.
“Ini contoh bahwa pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Pak Mensesneg kan sudah merespons juga kan, Jumat kemarin kan, mengakui adanya itu minta maaf dan akan evaluasi. Ini saya tambahkan data-datanya,” pungkasnya.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi sebelumnya meminta maaf atas kasus keracunan MBG yang kembali terjadi di sejumlah daerah. Dia memastikan kasus keracunan tidak diharapkan dan bukan kesengajaan.
“Pertama-tama tentunya kami atas namanya pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional, mewakili Badan Gizi Nasional memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah yang tentu saja itu bukan sesuatu yang kita harapkan dan bukan sesuatu kesengajaan,” kata Prasetyo di Jakarta, Jumat (19/9/2025).