Dalam pengumpulan bahan baku, tim UNG menggunakan pendekatan partisipatif berbasis komunitas. Menurut Esta, awalnya ia terinspirasi dari pengalaman pribadi beberapa dosen yang memiliki anak kecil dan menghadapi langsung penumpukan popok bekas di rumah.
Di saat yang sama, tongkol jagung yang biasanya dibuang atau dibakar juga dianggap sebagai potensi material alternatif. Apalagi, Gorontalo merupakan salah satu daerah penghasil jagung terbesar di Indonesia, dengan produksi mencapai 531.780 ton menurut data BPS.
Sedangkan, popok bekas termasuk limbah yang sulit terurai dan belum memiliki sistem pengelolaan yang memadai, sementara tongkol jagung sebagai limbah pertanian jumlahnya melimpah namun kurang dimanfaatkan.
“Potongan tersebut lalu dicampur dengan serbuk tongkol jagung halus sebagai pengganti pasir, ditambah dengan semen dan bahan aditif untuk memperkuat daya rekat serta daya tahan. Selanjutnya, campuran ini dicetak menjadi balok modular berbentuk seperti Lego yang dapat dirangkai dengan mudah, mempercepat proses konstruksi tanpa membutuhkan banyak perekat tambahan,” ucap Esta.
Dari hasil pengujian awal, ECO-BLOX mampu menahan tekanan hingga 14 MPa, jauh melebihi standar minimum 7 MPa untuk kebutuhan struktur bangunan rumah tinggal.
Panel ini juga telah diuji terhadap ketahanan air serta efektivitasnya dalam meredam panas. Menurut Esta, penggunaan ECO-BLOX terbukti membuat suhu ruangan lebih stabil karena panas dari luar tidak langsung menembus ke dalam rumah, menjadikannya lebih nyaman ditempati.