KUALA LUMPUR, vozpublica.id – Mantan Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, pada Jumat (10/3/2023) ini menghadapi dakwaan penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang atas proyek-proyek yang diluncurkan selama kepemimpinannya. Dia menyebut tuduhan itu bermotif politik.
Tuduhan itu muncul hanya tiga bulan setelah Muhyiddin kalah dalam pemilihan umum dari pemimpin koalisi Pakatan Harapan, Anwar Ibrahim. Kasus tersebut kemungkinan akan meningkatkan lagi ketegangan politik di Malaysia.
Muhyuddin memimpin negeri jiran selama 17 bulan, antara 2020 dan 2021. Dia menjadi pemimpin Malaysia kedua setelah Najib Razak, yang didakwa melakukan kejahatan setelah lengser dari kekuasaan.
Di pengadilan sesi Kuala Lumpur, mantan perdana menteri Malyasia itu didakwa dengan empat dakwaan penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan 232,5 juta ringgit dan dua dakwaan pencucian uang yang melibatkan 195 juta ringgit. Muhyiddin mengaku tidak bersalah atas enam dakwaan tersebut.
Sebelumnya, dia mengatakan dakwaan itu sebagai “penzaliman politik” terhadap oposisi di negara itu.
Muhyiddin terancam hukuman 15 tahun penjara jika terbukti bersalah atas tuduhan pencucian uang, dan hingga 20 tahun untuk tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Dia juga akan dikenakan sanksi keuangan (bisa berupa denda dan ganti rugi terhadap negara) yang berat.