Massa membakar tempat-tempat usaha dan mobil serta menjarah toko-toko. Mereka juga memasang barikade jalan selama 3 hari yang dampaknya memutus akses warga untuk mendapatkan makanan dan obat-obatan.
Pemerintah Kaledonia Baru menyatakan, stok makanan masih aman untuk 2 bulan. Namun masalahnya adalah pendistribusian.
“Seruan kami untuk menciptakan kedamaian, perdamaian, dan rekonsiliasi mulai didengar. Penting bagi mereka para pelaku kerusuhan yang memblokade, mendengar ini,” kata Le Franc.
Demonstrasi pecah di Kaledonia Baru dipicu kemarahan terhadap reformasi pemilu. Warga pribumi marah dengan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) oleh parlemen Prancis pada Selasa lalu. Isi RUU itu memungkinkan warga Prancis yang telah menetap 10 tahun di Kaledonia Baru untuk ikut serta dalam pilkada provinsi. Para pemimpin adat khawatir aturan itu bisa melemahkan suara masyarakat adat.
Konferensi Gereja-Gereja Pasifik bersama kelompok antar-pemerintah di kawasan, menyerukan Prancis untuk menarik RUU tersebut. Mereka juga mendesak PBB untuk memimpin misi dialog ke Kaledonia Baru.
Konferensi ereja-gereja mengungkap ada kegagalan dalam dialog antara pemerintah Prancis dan masyarakat Kanak.
Prancis sebelumnya mengumumkan keadaan darurat di Kaledonia Baru. Dari puluhan orang yang ditangkap, 10 di antaranya ditahan. Selain itu pemerintah melarang TikTok.