BUJUMBURA, vozpublica.id - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu menetapkan mpox atau cacar monyet sebagai darurat kesehatan global. Pusat penyebaran penyakit ini berada di Afrika, tepatnya Republik Demokratik Kongo.
Ini merupakan kali kedua WHO menetapkan mpox sebagai darurat kesehatan global dalam 2 tahun terakhir. Bedanya, kali ini varian mpox yang terlibat lebih berbahaya yakni Klade 1b.
Varian ini sudah ditemukan di Eropa, bahkan Asia. Thailand pada awal pekan ini melaporkan kasus pertama infeksi mpox Klade 1b melibatkan pelaoncong asal Eropa yang baru melakukan perjalanan dari Afrika.
BBC mewawancarai seorang penderita asal Burundi, yakni Egide Irambona (40). Dia kini dirawat di Rumah Sakit Universitas King Khaled, Kota Bujumbura. Dia merupakan satu dari sekitar 170 orang di Burundi yang terinfeksi mpox sejak Juli.
Burundi berbatasan langsung dengan Kongo, pusat penyebaran wabah.
“Kelenjar getah bening di tenggorokan saya membengkak. Sakitnya luar biasa sampai-sampai saya tidak bisa tidur,” katanya, dikutip Sabtu (24/8/2024).
Penderitaan pun belum selesai meski rasa sakit di tenggorokan mereda. Rasa sakit kemudian pindah ke kaki.
Dia menambahkan, rekannya yang juga mengidap penyakit yang sama lebih menderita darinya, yakni kulit melepuh.
"Saya kira saya tertular darinya. Saya tidak tahu itu mpox. Untungnya, tujuh anak kami tidak menunjukkan gejala mengidapnya,” kata Irambona, dengan suara lemah.
Dia dirawat bersama istrinya yang juga terpapar.
Gejala paling khas dari penyakit ini adalah ruam atau koreng di kulit. Benjolan yang besarnya bisa seperti kelereng menjadi ciri khas, meski tak semua penderita mpox mengalaminya. Kulit Irambona juga mengalami benjolan-benjolan cukup besar.
Dalam kondisi kulit di sekujur tubuh ruam, sulit untuk beraktivitas, apalagi tidur. Penderita akan berusaha menghindari bersentuhan langsung dengan benda apa pun.