"Faktor internal, pejabat sibuk urus politik sejak akhir kuartal II, apalagi sekarang, tidak diurus pemerintahannya, yang nyapres, yang partai, semua ngurus dirinya sendiri, tidak ada yang ngurus rakyat, mau berharap tumbuh 6 persen?" kata Didik.
Menurut dia, jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sekitar 273 orang, dan sekitar 100 juta diantaranya adalah penduduk merupakan kelas menengah yang sudah memiliki penghasilan, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat sarat ditopang oleh faktor konsumsi.
Namun, faktor pembentuk pertumbuhan ekonomi lain, seperti investasi, belanja pemerintah, ekspor dan impor, dinilai Didik masih kurang kontribusi pemerintah untuk mendorong faktor tersebut. Misalnya pasar ekspor dan impor pada kuartal III 2023 tercatat mengalami kontraksi. Ekspor terkontraksi 4,26% dan impor terkontraksi 6,18 persen.
Padahal dengan melemahnya permintaan ekspor dari negara-negara lain, pemerintah seharusnya bisa mencari atau melakukan ekspansi pasar ke negara lain yang ekonomi masih membaik.
"Yang selalu diandalkan infrastruktur, tapikan jangka panjang, tidak ada spesifik, kebijakan pemerintah yang bagus dan mendorong pertumbuhan ekonomi itu tidak ada, atau tidak kelihatan," kata Didik.
Dia menambahkan, diperlukan dorongan eksternal untuk membuat ekonomu tumbuh, antara lain ekspor, karena bisa mendongkrak investasi, cadangan devisa, hingga memperkuat rupiah.
"Itu semua terganjal oleh faktor faktor yang saat ini terjadi, seperti suku Bunga tinggi nilai tukar, dan di internalnya seperti itu, ada faktor politik. Itulah hal-hal yang menyebabkan ekonomi segitu saja, tapi itu juga keberuntungan," tutur Didik.