Tahir pernah melakukan hal itu lantaran dia pernah hidup susah. Orang tuanya merupakan pengelola sejumlah becak dengan pendapatan tidak besar.
"Berkaitan dengan waktu kecil proses, karena kita pada dasarnya dari poor family (keluarga miskin). Orang tua saya kan nyewain becak dan kita hidup dari setoran dari tukang becak kepada kita," ujarnya.
Dia menjelaskan, hal itu pun membuat inferiority complex dalam dirinya.
"Lalu kita bertumbuh, kita melihat sebagian orang luar menginjak orang tua saya, menekan atau menghina termasuk family sendiri dan itu memperberat inferiority complex mendarah di diri saya," katanya.
Karena dibentuk dari proses hidup tersebut, Tahir pun selalu menghargai orang lain, terutama yang kesusahan. Dia juga tak bisa terima melihat jika ada orang miskin ditekan orang kaya.
Dia merasa habitatnya adalah orang yang lemah. Dan meski dia disebut orang kaya, namun Tahir mengaku lebih nyaman bersama dengan orang miskin dan membantu mereka yang membutuhkan.
"Inferiority complex itu pelan-pelan hilang dengan kita lebih tua, lebih banyak membantu orang lain," ucapnya.