JAKARTA, vozpublica.id - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan pentingnya setiap Perusahaan Otobus (PO) untuk melakukan uji berkala armada dan mengimbau penggunaan sabuk keselamatan pada angkutan umum guna mengurangi tingkat fatalitas kecelakaan. Hal ini menanggapi peristiwa kecelakaan maut Bus Trans Putera Fajar di Ciater, Subang, Jawa Barat, yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana Depok, Sabtu (11/5/2024).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno menuturkan, Bus Trans Putera Fajar di aplikasi Mitra Darat tercatat tidak memiliki izin angkutan dan status lulus uji berkala (BLU-e) berlaku hingga 6 Desember 2023. Dengan kata lain kendaraan tersebut tidak dilakukan uji berkala perpanjangan setiap enam bulan sekali sebagaimana yang ada di dalam ketentuan.
"Kami meminta agar setiap PO bus dapat secara rutin melakukan uji berkala pada kendaraannya sesuai dengan yang tercantum pada Permenhub Nomor PM 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, telah dinyatakan bahwa Uji Berkala (KIR) wajib dilakukan oleh pemilik. Bagi kendaraan yang telah beroperasi tentunya secara berkala yakni setiap enam bulan wajib dilakukan uji berkala perpanjangan," ujar Hendro dalam keterangan tertulis, Senin (13/5/2024).
Dia menambahkan, jika pada saat awal keberangkatan kendaraan dirasa ada yang tidak sesuai atau tidak benar, diimbau agar tidak memaksakan perjalanan. Adapun pengujian berkala dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan Provinsi/Kabupaten/Kota. Tentunya hal ini wajib dilakukan demi mengedepankan aspek keselamatan di jalan.
Untuk PO bus yang tak berizin tetapi mengoperasikan kendaraannya akan dikenakan pidana dan pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti proses hukumnya.
Sementara, menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 310 menyebutkan setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dunia dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.