JAKARTA, vozpublica.id - Ada sejumlah peristiwa ekonomi dan bisnis global yang menggemparkan dan menarik perhatian masyarakat dunia sepanjang tahun ini. Misalnya, bangkrutnya Sri Lanka hingga ambruknya salah satu bursa kripto terbesar di dunia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan peristiwa tersebut terjadi. Nah, berikut vozpublica.id rangkum sejumlah peristiwa ekonomi global sepanjang 2022:
Di awal tahun ini, dunia dikejutkan dengan invasi Rusia ke Ukraina. Perang yang dimulai pada 24 Februari 2022 lalu tidak hanya menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian bagi kedua negara, tapi juga berdampak besar bagi perekonomian dunia.
Adapun perang tersebut mendisrupsi suplai dan mengganggu rantai pasok global. Hal itu membuat harga komoditas melambung tinggi. Kenaikan harga paling tinggi terjadi pada komoditas energi.
Rusia merupakan produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia, negara dengan cadangan batu bara terbesar kedua di dunia, dan salah satu produsen Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair terbesar di dunia. Komoditas lain yang banyak diproduksi di Rusia juga ikut naik, seperti alumunium dan nikel.
Perang juga membuat dunia menghadapi ancaman krisis pangan. Pasalnya, Rusia dan Ukraina menjadi salah satu produsen gandum terbesar di dunia. Kedua negara tersebut menyumbang hampir 30 persen perdagangan gandum global.
Perang juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia melambat. Inflasi yang terus meningkat, harga energi yang tinggi, pertumbuhan pendapatan rumah tangga yang lemah dan kepercayaan yang menurun, serta kondisi keuangan yang lebih ketat membatasi pertumbuhan. Suku bunga yang lebih tinggi meski diperlukan untuk meredakan inflasi, namun meningkatkan tantangan bagi kreditur.
"Ekonomi global menghadapi tantangan yang serius. Kita sedang berhadapan dengan krisis energi besar dan risiko terus mengarah ke sisi negatifnya dengan pertumbuhan global yang lebih rendah, inflasi tinggi, kepercayaan yang lemah, dan tingkat ketidakpastian yang tinggi membuat navigasi ekonomi yang berhasil keluar dari krisis ini dan kembali ke pemulihan yang berkelanjutan menjadi sangat menantang," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, dikutip dari OECD.org.
Dengan kondisi ini, IMF pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan menjadi 2,7 persen dari sebelumnya 2,9 persen. Kekhawatiran pada melambatnya pertumbuhan ekonomi akibat perang juga menimbulkan kekhawatiran pada investor di pasar saham, bahkan sejumlah perusahaan juga telah membatalkan rencana IPO.
Dampak perang lainnya, banyak perusahaan global di Rusia hengkang dari negara itu karena sanksi Barat. Beberapa di antaranya, Coca-Cola, McDonalds, Microsoft, Apple.