Sejarah Rengasdengklok Singkat, dari Penculikan Tokoh Bangsa hingga Proklamasi yang Bersejarah

JAKARTA, vozpublica.id - Sejarah Rengasdengklok singkat mencatat peristiwa penting yang terjadi pada 16 Agustus 1945, tepat sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini melibatkan penculikan tokoh-tokoh kemerdekaan, Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, oleh golongan muda dengan tujuan mempercepat proklamasi kemerdekaan tanpa campur tangan Jepang.
Di bawah ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai latar belakang, tokoh, kronologi, serta dampak dari peristiwa ini.
Dilansir dari buku Rengasdengklok: Revolusi dan Peristiwa 16 Agustus 1945 oleh Her Suganda (Buku Kompas, 2009), meskipun Rengasdengklok hanyalah sebuah kota kecil secara geografis, peranannya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia sangatlah besar dan mengharukan.
Pada tanggal 16 Agustus 1945, di kota ini terjadi peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta oleh golongan muda yang mendesak agar kemerdekaan segera diumumkan tanpa penundaan.
Ketika Perang Dunia II memasuki fase akhir, Jepang yang sebelumnya menduduki Indonesia mulai melemah terutama setelah terjadinya pengeboman atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945.
Berita kekalahan Jepang disiarkan pada 15 Agustus 1945. Kondisi ini memunculkan tekanan bagi para pejuang kemerdekaan agar segera mendeklarasikan kemerdekaan, karena jika ditunda terlalu lama, khawatir kemerdekaan yang diperoleh dianggap sebagai pemberian Jepang bukan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.
Namun, antara golongan tua (Soekarno, Hatta) yang lebih berhati-hati karena menginginkan proklamasi resmi melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dan golongan muda yang ingin segera memproklamasikan kemerdekaan tanpa prosedur formal Jepang, terjadi perbedaan pandangan. Untuk mengamankan langkah proklamasi yang cepat dan mandiri, golongan muda mengambil inisiatif langsung.
Tokoh golongan muda yang berperan aktif dalam peristiwa ini antara lain Yusuf Kunto, Wikana, Sukarni, dan Iwa Kusuma. Mereka mewakili semangat golongan muda yang menginginkan kemerdekaan segera diumumkan tanpa campur tangan Jepang.
Sementara golongan tua diwakili oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai tokoh utama bangsa yang bijaksana dan berhati-hati dalam mengambil keputusan. Tokoh pendukung lain dari golongan tua adalah Mr. Ahmad Subardjo, yang membantu dalam negosiasi dan pengorganisasian proklamasi.
Kronologi Peristiwa Rengasdengklok
Pada 16 Agustus 1945, golongan muda membawa secara paksa Soekarno dan Hatta dari Jakarta ke Rengasdengklok, sebuah kota di Karawang yang dianggap strategis karena jauh dari pengawasan Jepang dan sudah dikuasai oleh anggota PETA yang dipimpin Syodanco Subeno.
Di sana, Soekarno dan Hatta ditempatkan di rumah milik seorang warga keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong yang memberikan perlindungan selama mereka berada di kota itu.
Selama di Rengasdengklok, terjadi perdebatan antara golongan muda dan golongan tua mengenai waktu yang tepat untuk melaksanakan proklamasi. Soekarno dan Hatta tetap dengan pendirian untuk menunggu keputusan PPKI.
Namun, mereka akhirnya setuju untuk memproklamasikan kemerdekaan setelah kembali ke Jakarta. Setelah perundingan, Soekarno dan Hatta dijemput kembali ke Jakarta pada tengah malam tanggal 16 Agustus 1945.
Di Jakarta, mereka berunding dengan golongan tua dan golongan muda untuk menyusun teks proklamasi. Pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945, teks proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo di rumah Laksamana Tadashi Maeda yang juga menjamin keselamatan para tokoh kemerdekaan tersebut. Sayuti Melik kemudian mengetik naskah proklamasi menggunakan mesin tik milik Jepang yang dipinjam dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman.