Kisah Okta, Hafizah Yatim Piatu Temukan Harapan di Sekolah Rakyat 

JAKARTA, vozpublica.id - Akhlak yang baik dan sikap ramah menjadi ciri khas pribadi Oktavianti Riska Fitriasari yang akrab disapa Okta. Di balik keceriaan gadis berkacamata itu, tersimpan kisah perjuangan seorang yatim piatu yang juga penghafal Al-Qur'an atau Hafizah.

Okta kehilangan ibunya saat masih duduk di kelas 2 SMP. Tidak lama kemudian, ayahnya menyusul. Sejak itu, dia ikut menjadi penopang keluarga. Bersama nenek yang renta dan pamannya, dia merawat dua adiknya yang masih kecil.

Baca Juga

Sudah Mengalami Isolasi Internasional, Tentara Israel Mengalami Kelelahan yang Akut

Hari-harinya penuh keterbatasan. Penghasilan neneknya sebagai pemulung tidak menentu, sering kali bahkan tidak ada. Pamannya yang bekerja sebagai 'polisi cepek' pun penghasilannya jauh dari cukup.

Mereka kerap hanya bisa makan sekali sehari. Kondisi prihatin inilah yang membuat Okta tidak ingin berpangku tangan. Sejak duduk di bangku SMP, dia bekerja serabutan seperti berjualan makanan, menjaga toko baju, hingga menjajakan jus buah.

Baca Juga

Berseragam Lengkap dengan Baret Merah, Siswa Sekolah Rakyat Curi Perhatian

“Kayak beban (bagi mereka) gitu lo. (Makanya) Ingin berusaha bantu (kerja) nenek dan Pakde,” ucap Okta di ruang konseling Sekolah Rakyat Menegah Atas (SRMA) 22 Kota Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Sebagai remaja 17 tahun, Okta cukup tabah menghadapi cobaan hidup. Salah satunya pada 2024 lalu saat rumahnya di Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang ludes terbakar akibat ledakan gas elpiji. Saat kejadian, Okta tengah berada di pesantren Darul Muhlisin, Sawojajar.

“Habis mama enggak ada (meninggal). Terus kebakaran itu,” tuturnya.

Sejak itu, keluarga kecil ini tinggal di rumah kontrakan sembari berusaha memperbaiki rumah ala kadarnya.

Di tengah semua keterbatasan, Okta tetap setia menghafal Al-Qur’an. Hingga kini dia telah menghafalkan enam juz. Saat rindu orang tua datang atau setelah sholat, dia membuka mushaf dan melafalkan ayat demi ayat untuk menenangkan hati.

“Kalau habis magrib ngaji (Al-Qur’an) itu dihafalkan,” kata dia.