Negara yang tidak Termasuk Pendiri GNB

JAKARTA, vozpublica.id- Negara yang tidak termasuk pendiri GNB atau Gerakan Non Blok cukup banyak. Dari 29 negara yang ikut dalam Konferensi Asia-Afrika, hanya 5 negara saja termasuk Indonesia yang menjadi pendiri GNB.
Pada tahun 1955, Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja merdeka diselenggarakan di Bandung.
Tujuan utama KAA adalah untuk mendorong proses dekolonisasi dan memperkuat hubungan antara negara-negara yang baru merdeka. Konferensi ini dianggap sebagai proses awal lahirnya Gerakan Non-Blok (GNB).
Dilansir dari lam resmi Kemenlu, selama KAA, disepakati 'Dasasila Bandung' sebagai prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerja sama antara bangsa-bangsa.
Sejak penyelenggaraan KAA, proses pembentukan GNB semakin dekat dengan kenyataan.
1.Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser
2.Presiden Ghana Kwame Nkrumah
3.Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru
4.Presiden Indonesia Soekarno
5.Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito.
Pada tahun 1961, Gerakan Non-Blok (GNB) terbentuk melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I di Beograd, Yugoslavia, yang dihadiri oleh 25 negara baru merdeka.
Tujuan utama GNB adalah membentuk gerakan, bukan suatu organisasi, untuk membangun kerja sama yang menghindari implikasi birokratis.
Negara-negara pendiri GNB sepakat untuk membentuk posisi independen yang merefleksikan kepentingan mereka.
Indonesia memiliki peran sentral dalam pembentukan GNB karena prinsip dan tujuan GNB mencerminkan semangat kemerdekaan dan anti-penjajahan yang terkandung dalam UUD 1945.
Pada awalnya, GNB lebih banyak berfokus pada isu politik seperti dukungan untuk hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas nasional negara-negara anggota.
Namun, mulai pertengahan 1970-an, isu ekonomi menjadi perhatian utama GNB, dan forum ini bekerja sama dengan Kelompok 77 dan China dalam menyusun posisi bersama terkait masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru (New International Economic Order).
Setelah runtuhnya komunisme, terjadi perdebatan mengenai relevansi GNB.
Namun, mayoritas negara mengusulkan agar GNB fokus pada tantangan-tantangan pasca-Perang Dingin seperti pelucutan senjata, pembangunan ekonomi negara berkembang, pengentasan kemiskinan, dan pembentukan tata dunia yang lebih adil bagi negara berkembang.