Ini Daftar Sanksi Keras Belgia untuk Israel

BRUSSEL, vozpublica.id - Belgia mengambil langkah tegas terhadap Israel dengan menjatuhkan sejumlah sanksi keras sebagai bentuk protes atas kebijakan permukiman dan eskalasi kekerasan di Palestina. Menteri Luar Negeri Belgia, Maxime Prevot, mengumumkan sedikitnya 12 sanksi diberlakukan di tingkat nasional, sekaligus mendorong tindakan serupa di level Uni Eropa.

Prevot menyebut, sanksi tersebut tidak hanya berupa larangan perdagangan, tetapi juga menyentuh aspek diplomasi, hukum, hingga pembatasan perjalanan.

Baca Juga

Media AS Sebut FBI Kerahkan Agen Berpakaian Preman untuk Picu Kerusuhan

Berikut di antara sanksi Belgia terhadap Israel:

• Larangan impor produk dari permukiman Israel yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
• Evaluasi kebijakan pengadaan publik agar tidak melibatkan perusahaan asal Israel.
• Potensi tuntutan hukum terhadap individu maupun entitas yang terlibat dalam pelanggaran hukum internasional.
• Larangan penerbangan dan transit terkait pihak-pihak tertentu dari Israel.
• Penetapan persona non grata (larangan masuk) bagi dua menteri ekstremis Israel.
• Larangan masuk bagi sejumlah pemukim radikal yang melakukan aksi kekerasan.
• Dukungan untuk penangguhan perjanjian asosiasi Uni Eropa dengan Israel.
• Dorongan penghentian kerja sama penelitian dan program teknis antara Uni Eropa dan Israel.
• Penerapan evaluasi ketat terhadap investasi yang terkait kepentingan Israel.
• Mendorong langkah kolektif di Uni Eropa agar kebijakan sanksi lebih efektif dijalankan.

Selain itu, Belgia juga menegaskan komitmennya mendukung pengakuan resmi terhadap negara Palestina. Prevot menegaskan, Belgia akan menyampaikan pengakuan tersebut secara formal pada Sidang Majelis Umum PBB di akhir bulan ini.

Baca Juga

Tegas! Belgia Hukum Israel, Hentikan Impor hingga Larang Masuk Menteri Radikal

Langkah berani Belgia ini menjadikannya salah satu negara Eropa yang paling vokal mengkritik kebijakan Israel, terutama terkait perluasan permukiman dan kekerasan di wilayah Palestina.

Editor: Anton Suhartono