Data 279 Juta Peserta BPJS Bocor, Simak Fakta- faktanya

JAKARTA, vozpublica.id - Sebanyak 279 juta data penduduk Indonesia bocor. Data yang bocor tersebut berisi informasi pribadi, seperti nama, nomor telpon, alamat, hingga foto pribadi.
Terkait kebocoran data penduduk Indonesia itu, semua pihak terkait diminta segera mengusutnya karena dapat memberikan dampak buruk. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo pun meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) untuk mengusut tuntas kasus ini karena ada data ASN, TNI dan Polri yang ikut bocor.
"Saya yakini data-data yang dimiliki AS juga termasuk di dalamnya," kata dia, beberapa waktu lalu.
Berikut ini sejumlah fakta terkait bocornya data 279 penduduk Indonesia, yang dihimpun iNews.id:
1. Identik data peserta BPJS Kesehatan
Data 279 juta penduduk Indonesia bocor dan diperjualbelikan oleh akun Kotz di forum hacker Raid Forums. Berdasarkan hasil investigasi Kominfo, data tersebut berasal dari situs bpjs-kesehatan.go.id.
Adapun data yang bocor berisi nama, nomor telepon, alamat, gaji, data kependudukan, status pembayaran hingga foto pribadi. Kominfo pun melakukan langkah antisipatif supaya kebocoran data tidak meluas, dengan memutus akses terhadap tautan untuk mengunduh data pribadi tersebut.
2. Kominfo panggil BPJS Kesehatan
Menindaklanjuti kebocoran data tersebut, Kominfo memanggil direksi BPJS Kesehatan. Pemanggilan telah dilakukan pada Jumat pekan lalu (21/5/2021).
"Kementerian Kominfo melakukan pemangggilan terhadap direksi BPJS Kesehatan sebagai pengelola data pribadi yang diduga bocor untuk proses investigasi lebih mendalam sesuai PP 71 tahun 2019," kata Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi.
BPJS Kesehatan menyatakan akan memastikan dan menguji ulang data pribadi yang diduga bocor. Perusahaan juga telah membentuk tim khusus bersama dengan badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kominfo, dan Telkom untuk melakukan penelusuran.
3. Dampak data bocor
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, bocornya data penduduk Indonesia bisa berdampak pada banyak sektor lantaran data peserta BPJS Kesehatan banyak dan rinci.
"Artinya data itu pasti punya data kesehatan pribadi, upah, semuanya ada. Ini berdampak pada banyak hal. Ini bisa disekripsikan TNI kita yang sakit berapa orang, polisi kita berapa orang karena mereka punya banyak data," kata Timboel.
Sementara pakar digital sekaligus Ketua Hubungan Media Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Anthony Leong mengatakan, kebocoran data ini dapat digunakan untuk penipuan atau kejahatan siber.
"Pihak berwenang harus segera mengusut dan memproteksi. Ini genting karena terkait data pribadi seluruh warga Indonesia. Ini harus ditangani dengan serius, security harus ditingkatkan karena rawan terjadi penipuan, scam dan tindak kejahatan digital siber lainnya," tuturnya.
4. Bareskrim Polri hingga Kemenhan ikut mengusut
Selain Kominfo, Bareskrim Polri ikut turun tangan menyelidiki. Bareskrim Polri memeriksa Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron Mukti pada Senin (24/5/2021) untuk mengklarifikasi kebocoran data tersebut.
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) juga bakal ikut mengusut kasus kebocoran data tersebut. Sejumlah pihak akan diajak untuk bekerja sama. Ini dilakukan lantaran adanya kerja sama operasi antaran Kemenhan dan BPJS Kesehatan dan adanya data anggota Kemenhan dan TNI di BPJS Kesehatan.
5. BPJS Kesehatan lapor polisi
Ali Gufron mengakui kebocoran data peserta BPJS Kesehatan karena tindakan peretasan sistem keamanan digital milik BPJS Kesehatan. Akibat hal itu, perusahaan mengalami kerugian sehingga membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
"BPJS Kesehatan sudah mengambil langkah hukum dengan melaporkan kasus ini kepada Bareskrim Polri, mengingat adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, yang merugikan baik secara materil dan immateril," tutur Ali.
6. RUU Perlindungan Data Pribadi minta segera disahkan
Sejumlah kalangan meminta supaya RUU Perlindungan Data Pribadi segera disahkan. Kementerian PANRB mendorong DPR untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi demi terjaminnya data masyarakat.
Menurut Menteri Tjahjo, RUU ini penting karena penegak hukum masih kesulitan untuk menerapkan sanksi tegas yang sifatnya pidana kepada oknum yang membocorkan data konsumen. Sehingga penting agar RUU Perlindungan Data Pribadi disahkan dengan segera.
Hal serupa diungkapkan Anthony Leong. Menurutnya, RUU PDP sangat penting dan perlu segera disahkan karena PDP dapat menjamin keamanan data dari berbagai ancaman yang terjadi di berbagai platform media sosial dan situs berjejaring.
Editor: Jujuk Ernawati