NORTHWESTERN, vozpublica.id - Di saat ribut soal baterai berbahan nikel dan Lithium Ferro Phospate (LFP), sekelompok ilmuwan yang dipimpin Universitas Northwestern justru berhasil mengembangkan baterai baru berbahan dasar tanah. Inovasi ini diklaim mampu mengumpulkan energi dari mikroba yang hidup di tanah lalu menggunakannya sebagai bahan bakar.
Apakah bisa digunakan untuk baterai kendaraan atau kebutuhan lain? Teknologi yang sepenuhnya bertenaga tanah ini dapat menjadi bahan bakar sensor bawah tanah yang digunakan dalam pertanian presisi dan infrastruktur ramah lingkungan. Dia bisa dijadikan pengganti baterai yang mengandung bahan kimia beracun.
Bill Yen, yang memimpin penelitian mengatakan, sudah saatnya manusia menemukan alternatif yang dapat menyediakan energi tanpa menggunakan bahan berbahaya bagi lingkungan. Menurutnya, ini perlu dilakukan demi kebaikan umat manusia di masa mendatang.
"Dalam mencari solusi, kami mencari sel bahan bakar mikroba tanah, yang menggunakan mikroba khusus untuk memecah tanah dan menggunakan energi dalam jumlah kecil untuk menggerakkan sensor. Selama masih ada karbon organik di dalam tanah yang dapat diurai oleh mikroba, sel bahan bakar berpotensi bertahan selamanya," ujar Yen dilansir dari Scitechdaily, Senin (6/2/2024).
George Wells, salah satu peneliti menyebut sifat mikroba bisa ditemukan di mana-mana dan dapat dimanfaatkan manusia untuk memberikan daya. Meskipun tidak biaa menyuplai daya dalam jumlah banyak, namun memanfaatkannya memberi keuntungan.
"Kami tidak akan memberi listrik pada seluruh kota dengan energi ini. Namun kita dapat memanfaatkan energi dalam jumlah kecil untuk mendukung aplikasi praktis dan berdaya rendah," katanya.
Dia mengungkapkan baterai berbahan bakar tanah bisa dimanfaatkan untuk memberi energi pada berbagai sensor di ladang pertanian. Jadi, para petani tidak perlu lagi repot-repot menjelajah lahan yang luas hanya untuk mengganti baterai.