JAKARTA, vozpublica.id - Dosen Universitas Indonesia, Ade Armando mengalami pengeroyokan saat demonstrasi di depan gedung DPR/MPR pada Senin (11/4/2022) kemarin. Pakar dari Universitas Brawijaya (UB) pun menilai hal itu sebagai cermin komunikasi politik kebencian.
Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, Rachmat Kriyantono menyesalkan kejadian tersebut. Sebab, pengeroyokan tersebut dilakukan melebihi batas manusiawi terlebih terjadi di bulan puasa.
“Apa pun alasannya, tindakan pemukulan, pengeroyokan hingga melakukan tindakan menelanjangi Ade Armando adalah perilaku di luar batas manusiawi. Tidak pantas dilakukan siapa pun. Apalagi kejadian dilakukan di bulan suci Ramadan ini,” kata dia dikutip dari laman resmi UB, Kamis (14/4/2022).
Pria yang akrab disapa cak RK ini menjelaskan pada dasarnya Ade Armando konsisten menentang wacana tiga periode presiden dan pemilu ditunda. Artinya, dia satu pihak dengan demonstran sehingga kejadian pengeroyokan termasuk cermin komunikasi politik kebencian.
“Berarti, ini merupakan cermin komunikasi politik kebencian,” ucap dia.
Lebih lanjut, Rachmat memaparkan bahwa komunikasi politik kebencian ini pada dasarnya sudah muncul sejak pilpres 2014, dan terus memuncak saat pilkada DKI pada 2017 dan pilpres 2019. Praktiknya dilakukan dengan menyerang SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan).