JAKARTA, vozpublica.id - Pemerintah diminta untuk mengambil sikap mengurai persoalan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami oleh industri media belakangan ini. Dosen pengajar Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Ignatius Haryanto memandang, gelombang PHK yang terjadi di sejumlah media ini sebagai dampak disrupsi yang terjadi.
"Di mana banyak media-media konvensional yang tidak melakukan inovasi, tidak melakukan perubahan, akhirnya tertinggal," kata Haryanto saat dihubungi vozpublica Media Group, Selasa (13/5/2025).
Pada dasarnya, kata dia, pasar untuk media massa di Indonesia ini sangat ketat dan kompetitif. Dari banyaknya media massa yang ada, yang memiliki ciri khas tersendiri tidak banyak.
Belum lagi, keberadaan media-media yang dinilai partisan yang akhirnya membuat masyarakat tidak lagi bisa menerima konten yang disuguhkan. Selain itu, Haryanto melihat banyak media menyuguhkan hal yang sama di antara satu dengan yang lainnya.
"Kalau terkait dengan kualitas jurnalistik, keberlangsungan demokrasi, kita bisa berdebat ya. Kualitas demokrasi seperti apa yang sudah dihasilkan selama ini," ujarnya.
Haryanto coba merefleksikan sekaligus menjadikan bahan evaluasi perjalanan media belakangan ini yang cenderung menjadi pengikut dari pemerintah saja. Sikap kritis terhadap pemerintah sudah jarang ditemuinya.
"Media yang kritis terhadap pemerintah itu sangat sedikit, yang lainnya saya kira justru mencari aman, ini kondisinya seperti itu," kaatanya.
Ke depan, dia mengira akan ada media banyak media-media baru yang bermunculan yang akan tampil berbeda. Media ini tak lagi berupa sebuah institusi yang besar, tapi juga bisa menjadi institusi kecil tapi tetap didukung oleh publik.