Titik terang hadir ketika Okta diterima di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 22 Kota Malang.
“Dulu makan satu atau dua kali sehari. Sekarang tiga kali sehari. Di sini juga kalau habis magrib bisa (rutin) ngaji dan menghafalkan Al-Qur’an. Meskipun tidak setoran tapi tetap menghafal,” ucapnya.
Di Sekolah Rakyat, Okta kembali menemukan harapannya. Dia pun aktif mengikuti berbagai kegiatan, disiplin dalam belajar, dan menemukan teman baru.
Meski jalan hidupnya penuh ujian, semangatnya tak pernah padam. Okta tetap memelihara mimpi besarnya menjadi guru agama.
“Di pesantren, para guru mengajarkan kitab-kitab kepada santrinya. Dari situlah muncul keinginan kuat untuk menjadi guru ngaji,” tuturnya.
Lebih dari itu, Okta juga ingin melihat neneknya tersenyum lega, terbebas dari beban hidup.
“Harapan saya bisa sukses, biar nenek enggak susah lagi, biar bisa rawat adik-adik,” harapnya.