JAKARTA, vozpublica.id - Ekonom Ichsanuddin Noorsy menyoroti isu demo dan tudingan makar. Dia menegaskan, akar dari kegaduhan politik dan tudingan subversif, termasuk tudingan makar, bersumber dari sistem demokrasi liberal yang diterapkan di Indonesia.
Menurutnya, propaganda demokrasi liberal yang kerap muncul di berbagai aktivitas dan lembaga menjadi pemicu utama.
"Bukan berarti dia bisa langsung memicu kerusuhan, tetapi paling tidak dia mempropagandakan demokrasi," ucap Noorsy dalam acara Rakyat Bersuara yang disiarkan oleh vozpublica, Rabu (10/9/2025).
Dia menambahkan, jika situasi ini terus terjadi, media pun berpotensi dituduh sebagai provokator kerusuhan.
Lebih lanjut, Noorsy menjelaskan bahwa sistem ini dikembangkan secara global oleh National Endowment for Democracy yang dibiayai oleh Kongres Amerika Serikat (AS).
Dia menyoroti bahwa gagasan demokrasi liberal yang telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2004 itu juga memiliki sisi negatif. Hal ini terbukti dari pidato mantan Presiden AS Barack Obama di Kairo pada tahun 2009 yang berjudul A New Beginning, di mana Obama meminta maaf karena pernah memaksakan demokrasi liberal ke berbagai negara.
Dalam konteks Indonesia, Noorsy menyebut Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 sebagai pintu masuk bagi kriminalisasi, politisasi, dan komersialisasi kekuasaan. Pasal ini memungkinkan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik, sehingga membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan.
"Praktik itu dilakukan hampir oleh semua presiden," tuturnya.