ANKARA, vozpublica.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tercatat telah memerintahkan ratusan kali serangan ke lima negara sejak menjabat pada Januari 2025. Ironisnya, selama kampanye Pilpres AS 2024, dia berjanji untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam berbagai konflik global, sebaliknya akan berperan untuk meredakannya.
Janji kampanyenya untuk mendamaikan konflik di Jalur Gaza serta Ukraina juga belum terwujud, meski ada perkembangan terkait konflik Rusia-Ukraina.
Penilaian yang dilakukan Armed Conflict Location & Event Data (ACLED) mengungkap, selama 6 bulan pertama menjabat, Trump melancarkan serangan udara hampir sama banyak dengan masa jabatan penuh pendahulunya, Joe Biden, selama 4 tahun.
Di antara negara-negara yang telah terkena dampak adalah Iran, Irak, Suriah, Somalia, dan Yaman.
"Hanya dalam 5 bulan, Trump telah mengawasi serangan udara AS (529) yang jumlahnya hampir sama dengan yang tercatat selama 4 tahun pemerintahan sebelumnya (555)," kata Presiden ACLED, Clionadh Raleigh, seperti dikutip dari Anadolu.
Dia menambahkan, militer AS bahkan bergerak lebih cepat serta menyerang lebih keras.
"Suriah, Irak, Afghanistan, Yaman, Somalia, dan sekarang Iran, semuanya merupakan medan familiar, tetapi ini bukan soal geografi, ini soal frekuensi," kata Raleigh.
Dia menjelaskan, data ini menunjukkan Trump berusaha menggambarkan postur militernya sebagai pendekatan "perdamaian melalui kekuatan". Ini merujuk pada moto lama terkait dengan pencegahan militer.
Trump pada masa jabatan periode pertama pada 2017 mengatakan pemerintahannya akan membangun militer terkuat yang pernah ada di dunia.
"Kami akan mengukur keberhasilan, tidak hanya dari pertempuran yang kita menangkan, tapi juga dari perang yang kita sudahi dan mungkin, yang terpenting, perang yang tidak pernah kita ikuti," kata Trump, saat pidato pelantikannya saat itu.