WINA, vozpublica.id – Penghentian produksi opium di Afghanistan disebut dapat meningkatkan angka kematian akibat overdosis narkotika, karena para pengguna heroin beralih ke opioid sintetis. Hal itu terungkap lewat sebuah laporan PBB pada Rabu (26/6/2024).
Afghanistan telah lama menjadi pemasok utama opium di dunia. Namun, sejak Taliban berkuasa, penduduk di sana dilarang membudidayakan tanaman candu tersebut. Sementara opioid sintetis sudah terbukti mematikan di Eropa.
Budidaya opium, bahan baku pembuatan heroin, turun sebesar 95 persen di Afghanistan tahun lalu setelah Taliban melarang produksinya pada 2022. Meskipun produksi opium di Myanmar meningkat sebesar 36 persen tahun lalu, produksi tanaman tersebut masih turun secara global sebesar 75 persen, menurut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC).
“Akibat dari kekurangan opium Afghanistan yang berkepanjangan dapat menimbulkan konsekuensi ganda di Afghanistan dan di negara-negara transit dan tujuan opium Afghanistan. Kemurnian heroin di pasaran diperkirakan akan menurun,” ungkap UNODC dalam Laporan Narkoba Dunia tahunan yang diterbitkan pada hari ini.
Observasi awal di lapangan menunjukkan kemungkinan adanya sedikit peningkatan penanaman opium di Afghanistan pada tahun ini. Kendati demikian, kata UNODC, kecil kemungkinannya akan kembali ke tingkat sebelum pelarangan.