TEHERAN, vozpublica.id – Ketegangan antara Iran dan negara-negara Barat mungkin akan meningkat setelah parlemen menyatakan tengah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) untuk keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Iran Esmaeil Baqaei mengonfirmasi bahwa RUU tersebut dalam tahap penyusunan dan akan diajukan dalam waktu dekat. Meskipun begitu, Baqaei menegaskan bahwa Iran tetap menentang pengembangan senjata pemusnah massal, termasuk senjata nuklir.
Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir adalah kesepakatan internasional yang ditandatangani pada 1968 dan mulai berlaku pada 1970. Tujuannya untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan mendorong penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai.
Hingga kini, NPT memiliki 190 negara anggota, menjadikannya salah satu perjanjian internasional dengan partisipasi terbanyak. Dalam perjanjian ini, hanya lima negara yang diakui secara resmi boleh memiliki senjata nuklir, yakni Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Prancis.
Negara-negara lain, termasuk Iran, hanya diizinkan mengembangkan program nuklir sipil di bawah pengawasan ketat Badan Energi Atom Internasional (IAEA).