SEOUL, vozpublica.id - Korea Selatan (Korsel) menggelar pemilihan presiden (pilpres) yang krusial pada Selasa (3/6/2025), 6 bulan setelah penerapan status darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol yang berujung pada pemakzulannya. Tiga kandidat utama kini bersaing ketat untuk merebut kursi kepemimpinan tertinggi Negeri Ginseng.
Lee Jae Myung, mantan gubernur Gyeonggi dan tokoh utama oposisi dari Partai Demokrat, menjadi kandidat terkuat dalam pilpres kali ini. Ia berkampanye dengan janji tegas untuk "menangani kelompok pemberontak", yakni para loyalis Yoon yang masih aktif di pemerintahan dan militer.
Gaya kepemimpinannya yang dikenal agresif justru dianggap oleh para pendukungnya sebagai bentuk ketegasan di tengah ketidakstabilan politik.
Kim Moon Soo, mewakili partai yang sebelumnya menaungi Yoon Suk Yeol, menggunakan pendekatan yang menyerang lawannya secara langsung. Ia menyoroti berbagai kasus hukum yang tengah membayangi Lee Jae Myung serta menggambarkan gaya kepemimpinan Lee sebagai berpotensi “kediktatoran baru”.
Kim menjanjikan masa depan yang stabil, bersih dari ekstremisme politik.
Lee Jun Seok, mantan pemimpin muda Partai Kekuatan Rakyat, kini maju melalui Partai Reformasi Baru. Meski elektabilitasnya lebih rendah, sekitar 10 persen menurut survei terakhir, kehadirannya tetap menarik perhatian generasi muda yang mendambakan perubahan struktural dalam sistem politik Korea Selatan.
Data Komisi Pemilihan Umum Nasional (NEC) menyebutkan bahwa hingga pukul 13.00 waktu setempat, sebanyak 27,56 juta dari total 44,39 juta pemilih telah memberikan suara. Ini mencerminkan antusiasme tinggi rakyat dalam pilpres mendadak ini. Sebelumnya, lebih dari sepertiga pemilih terdaftar (34,74%) telah menyalurkan hak suaranya dalam pemungutan suara awal pada pekan lalu.