JAKARTA, vozpublica.id - Harga minyak dunia melonjak tajam usai Amerika Serikat melakukan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran pada Sabtu, 21 Juni 2025. Serangan ini memicu kekhawatiran global akan gangguan pasokan minyak, sehingga harga minyak jenis Brent diproyeksikan bisa menembus hingga 130 dolar AS per barel atau sekitar Rp 2,1 juta per barel dengan kurs saat ini.
Lonjakan ini terjadi karena Iran merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga di OPEC, dan potensi gangguan pasokan dari wilayah Timur Tengah yang strategis sangat memengaruhi pasar minyak global.
Serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Esfahan ini memperbesar eskalasi konflik antara Iran dan Israel, yang sebelumnya sudah memanas sejak 13 Juni 2025. Analis dari lembaga keuangan besar seperti Citigroup, Goldman Sachs, dan JP Morgan memperkirakan harga minyak Brent dapat naik ke kisaran 75-78 dolar AS per barel jika ekspor minyak Iran terganggu sekitar 1,1 juta barel per hari.
Namun, jika Iran menutup Selat Hormuz—jalur penting yang dilalui sekitar seperlima pasokan minyak mentah global—harga minyak bisa melonjak drastis hingga 120-130 dolar AS per barel.
Kepala analis geopolitik di Rystad Energy, Jorge Leon, menyatakan bahwa harga minyak dunia diperkirakan akan melonjak bahkan jika Iran tidak melakukan pembalasan langsung atas serangan AS.