DHAKA, vozpublica.id - Korban tewas akibat demonstrasi anti-pemerintah di penjuru Bangladesh telah menembus angka 1.000 orang. Demonstrasi yang berujung pada pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Hasina itu pecah sejak Juli diwarnai dengan kekerasan, kerusuhan, hingga penjarahan.
Penjabat Menteri Kesehatan Bangladesh Nurjahan Begum mengatakan jumlah tersebut menjadikannya sebagai demonstrasi paling berdarah sejak negara Asia Selatan tersebut merdeka pada 1971.
“Lebih dari 1.000 orang tewas dan lebih dari 400 mahasiswa kehilangan penglihatan mereka,” kata Begum.
Dia menambahkan di antara korban luka, banyak yang buta sebelah mata, kedua mata, luka di kaki, bahkan banyak yang kaki mereka terpaksa diamputasi.
Demonstrasi yang dimotori mahasiswa meletus awalnya untuk memprotes kebjakan pemerintah yang memangkas kuota pekerjaan sektor publik bagi para veteran karena dianggap diskriminatif. Namun tuntutan melebar menjadi seruan pengunduran diri Hasina, terutama setelah korban berjatuhan.
Puncaknya Hasina pada 5 Agustus mengundurkan diri kemudian kabur ke India. Pemerintahan sementara kemudian mencabut paspor diplomatiknya guna membatasi ruang gerak di luar negeri sehingga kembali ke Bangladesh untuk diadili. Hasina dituduh memerintahkan aparat untuk bertindak represif yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.
Bangladesh kemudian membentuk pemerintahan sementara dipimpin oleh ekonom pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Muhammad Yunus. Kebijakan utamanya adalah meredakan kekerasan.