WASHINGTON, vozpublica.id - Amerika Serikat (AS) menilai pembantaian 35.000 lebih warga Jalur Gaza oleh Israel bukan praktik genosida. Gedung Putih memandang jatuhnya korban merupakan dampak dari perang yang dilakukan Israel untuk melawan Hamas.
Serangan brutal pasukan Zionis ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga 14 Mei 2024 telah menewaskan 35.173 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Selain itu 79.061 lainnya luka, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, pemerintahan Presiden Joe Biden ingin Hamas dikalahkan.
“Kami tidak percaya apa yang terjadi di Gaza adalah genosida. Kami dengan tegas menolak ide tersebut,” kata Sullivan, dikutip dari Reuters, Selasa (14/5/2024).
Namun Sullivan mengungkapkan keprihatinan atas operasi serangan darat Israel ke Rafah. Warga Palestina yang terjebak di tengah perang seperti berada di neraka. Operasi militer besar-besaran yang dilakukan Israel di Rafah merupakan kesalahan.
Dia juga menyayangkan laporan bahwa pemukim Israel menyerang konvoi bantuan kemanusiaan dalam perjalanan ke Perbatasan Erez di Gaza utara. Itu merupakan insiden kedua dalam waktu kurang dari sepekan.
“Sangat disayangkan ada orang yang menyerang dan menjarah barang-barang ini. Ini benar-benar perilaku yang tidak dapat diterima," ujarnya.
AS merupakan pendukung utama Israel dalam perang melawan Hamas. Sikap AS berubah menjadi sedikit keras terhadap Israel setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak seruan untuk membatalkan serangan darat ke Rafah. Biden pekan lalu mengumumkan penghentian bantuan senjata ke Israel.
Sebelumnya Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt Campbell mengatakan pemerintahannya tak yakin Israel bisa memenangkan perang melawan Hamas di Gaza.