JAKARTA, vozpublica.id - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, konsumsi rumah tangga selalu menjadi penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Di mana konsumsi rumah tangga dari peritel menyumbang sekitar 57 persen.
“Konsumsi rumah tangga itu masih selalu yang tertinggi karena memang negara Indonesia masih negara konsumtif, belum menjadi negara pengekspor. Dari beberapa penentu besaran PDB, yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor yang dikurangi dengan impor, semuanya itu yang mendominasi adalah konsumsi rumah tangga. Makanya untuk pemulihan ekonomi nasional saat pandemi ini, pemerintah mendorong dengan bantuan-bantuan tunai supaya konsumsi masyarakat tetap terjaga, sehingga bisa menopang pertumbuhan ekonomi kita,” ujar Roy, keterangan elektronik yang diterima Minggu (8/11/2020).
Karena itu, kata Roy, aksi-aksi seperti sweeping dan boikot terhadap produk-produk Prancis akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Yang terkena dampak bukan hanya kepada produk-produk Prancisnya, tapi juga produk lainnya karena masyarakat takut untuk berbelanja. Dampak ekonomi secara nasional juga terimbas, karena setiap barang yang dijualkan ada PPN-nya (pajak) bagi negara. Kalau pembeli berkurang, PPN-nya kan berkurang. Padahal digunakan untuk berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat, subsidi pemulihan ekonomi nasional, dan sebagainya. Jadi kalau terjadi dampak ke ritel, kan pajaknya juga kurang,” katanya.
Selain itu, menurut Roy, aksi sweeping dan boikot ini juga akan berdampak terhadap hampir 5.000 pekerja di semua perusahaan ritel anggota Aprindo, terdiri atas kasir, SPG, karyawan toko, gudang dan kantor.
“Jadi kalau ada gerai yang tutup karena mengalami kerugian oleh aksi itu, akan banyak karyawan yang dipecat. Pengangguran akan bertambah banyak,” ujarnya.